Breaking News

Friday, March 18, 2016

Model Pembelajaran

Video Pembelajaran:https://youtu.be/Nlq5Ozyifvk
Read more ...

Saturday, March 5, 2016

Servis Sepeda Motor

Semeda motor sudah merupakan kewajiban yang bisa di katakan wajib ada, hampir seluruh rumah memilikinya.  tentunya anda ingin mengetahui cara bagai mana melakukan servis sederhana bukan? berikt ini anak-anak SMK akan mempraktekkannya.  lihat Link berikut:https://youtu.be/p4rrZOpM_YM
Read more ...

Servis Sepeda Motor

Semeda motor sudah merupakan kewajiban yang bisa di katakan wajib ada, hampir seluruh rumah memilikinya.  tentunya anda ingin mengetahui cara bagai mana melakukan servis sederhana bukan? berikt ini anak-anak SMK akan mempraktekkannya.  lihat Link berikut:https://youtu.be/p4rrZOpM_YM
Read more ...

Friday, March 4, 2016

Praktik Shalat Jenazah

kewajiban seorang mukmin terhadap mayit adalah memandikan, mengkafankan, menshalatkan dan mengubur.  berikut ini tatacara memandikan jenazah:https://youtu.be/bx_lJHaCd_E
Read more ...

Praktik Shat Jenazah

kewajiban seorang mukmin terhadap mayit adalah memandikan, mengkafankan, menshalatkan dan mengubur.  berikut ini tatacara memandikan jenazah:https://youtu.be/bx_lJHaCd_E
Read more ...

Tarian Saman

Aceh sudah terkenal dengan hudayanya, salah satu budaya aceh yaitu tarian.  tarian yang sangat heroik adalah tarian rapai geleng, berikut ini link rapai geleng aceh yang di bawakan oleh anggota pramuka.
https://youtu.be/CZ30NX7p_9s
Read more ...

Thursday, March 3, 2016

Hari Terakhir UKK TSM:https://youtu.be/p4rrZOpM_YM
Read more ...
Merakit Komputer Siswa UKK:https://youtu.be/uikjo7cKPpQ
Read more ...

Wednesday, March 2, 2016

Cara Membuat Rangkaian

UKK Jurusan Teknik Audio Video:https://youtu.be/uikjo7cKPpQ
Read more ...

Makalah Pramuka




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pramuka adalah perkumpulan gerakan pendidikan kepanduan kebangsaan Indonesia untuk anak-anak, pemuda dan warga negara Republik Indonesia. Badan-badan yang sama sifatnya atau yang menyerupai perkumpulan Gerakan Pramuka dilarang adanya (Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961). Dalam perkembangannya gerakan pramuka merupakan sebuah gerakan yang bersifat nasional untuk membangun karakter kebangsaan warga negara Indonesia. Gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Gerakan Pendidikan Kepanduan Praja Muda Karana tidak serta merta bahwa Kepanduan hilang dari Gerakan Pramuka, karena tidak banyak yang paham bahwa Pramuka merupakan sebuah singkatan atau yang sering dikenal dengan “Praja Muda Karana” yang artinya “pemuda yang suka berkarya”. Oleh sebab itu, perlunya pembina bahkan pelatih memahami hal-hal yang dianggap kecil tersebut untuk membentuk jiwa-jiwa Pramuka yang diharapkan bangsa Indonesia.
Kita ketahui bahwa Pramuka atau dalam hal ini Kepanduan, memiliki andil yang cukup besar dalam perjuangan negeri ini, sehingga banyak pemaknaan-pemaknaan nasionalisme dan kebangsaan yang memang sengaja disematkan dalam jiwa-jiwa Pramuka melalui berbagai atribut dalam Gerakan Pramuka itu sendiri. Sehingga, diharapkan dengan penanaman nasionalisme dan kebangsaan dapat menjadikan warga Indonesia menjadi baik dan memiliki jiwa nasionalisme, wawasan kebangsaan, serta cinta tanah air. Walaupun dalam prinsip Kepanduan itu bersifat universal dan sukarela, agak sedikit berbeda dengan yang kita temui pada Gerakan Pramuka Indonesia. Nasionalisme ditanamkan dan Pramuka pun telah dikenal oleh anak Indonesia sejak sekolah dasar hingga mahasiswa. Apalagi walaupun tidak ikut Pramuka, namun seragam yang dikenakan di sekolah juga wajib memakai seragam pramuka dari pendidikan dasar dan menengah.
Kebijakan dari pemerintah yang juga berbeda dengan sifat Kepanduan yaitu sukarela, Pemerintah melalui Kemendikbud mewajibkan Pramuka masuk dalam ranah pendidikan, khususnya pendidikan formal. Diawali kebijakan pada masa Orde Baru dengan mewajibkan seragam wajib sekolah dengan seragam Pramuka pada hari-hari tertentu hingga dengan adanya program pendidikan karakter serta dikuatkan dengan adanya kurikulum 2013 yang dalam hal ini Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib di setiap sekolah mulai pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Hal tersebut sesuai dengan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada lampiran III, sehingga Pramuka sama seperti halnya mata pelajaran wajib di sekolah dan masuk dalam kurikulum wajib sekolah.
Hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial dari ekstrakurikuler lain yang tidak diwajibkan dalam kurikulum sekolah. Belum lagi dengan kemampuan sekolah yang belum tentu memiliki pembina Pramuka yang dapat diandalkan dalam mengelola ekstrakurikuler Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib. Atau pemberdayaan guru sekolah yang mungkin juga tidak begitu memahami Pramuka akan berakibat pada kondisi psikis siswa. Sesuatu yang diwajibkan memang akan memberi dampak ketidaksukaan atau pun keterpaksaan bagi yang menjalaninya. Namun juga ketika kewajiban itu dijalani dengan baik dan ikhlas serta dengan penyajian yang baik dan bagus, tidak menutup kemungkinan juga akan banyak diminati para siswa, sehingga tujuan dari Pramuka sebagai pembentuk karakter di sekolah dapat tercapai dengan baik.
Namun, bagaimanakah kenyataan di lapangan  mengenai ekstrakurikuler wajib Pramuka di sekolah? Bagaimana respon siswa sebagai sasaran didik dan bagaimana peran pembina Pramuka maupun guru yang diberi tugas membina Pramuka di sekolah? Kemudian juga bagaimana kesiapan dari sekolah mengenai apa-apa yang dibutuhkan dalam mendukung ekstrakurikuler wajib tersebut. Karena kurikulum tersebut merupakan kurikulum baru yang memang sebelum-sebelumnya belum ada di sekolah. Sedangkan Pramuka yang merupakan sebuah ekstrakurikuler sama halnya dengan ekstrakurikuler lainnya. Menjadi sebuah permasalahan ketika sebuah sekolah yang dahulunya belum pernah mengadakan ekstrakurikuler Pramuka dan juga belum memiliki Pembina Pramuka akan kelabakan mencari Pembina yang mau dan mampu membina ekstrakuler wajib Pramuka. Yang menjadi masalah lagi adalah bagaimana anggaran sekolah dan bagaimana juga dengan kesejahteraan para pembina. Atau bahkan ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kebijakan tersebut hanya untuk mencari keuntungan.
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib, dari satu sisi kemungkinan mendapatkan respon baik dengan pengembangan Pramuka menjadi lebih baik. Namun juga karena Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib yang harus dilaksanakan di setiap satuan pendidikan, kemungkinan juga ada yang setengah hati atau merasa terpaksa. Hal tersebut merupakan tantangan khususnya bagi pembina Pramuka yang membina di satuan pendidikan. Oleh karena itu perlu dicari solusi bagaimana menyatukan semua aspek pendidikan yang dapat bersinergi dengan Pendidikan Kepramukaan.
Kurikulum 2013 merupakan suatu kurikulum yang dibentuk untuk mempersiapkan lahirnya generasi emas bangsa Indonesia, dengan sistem dimana siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum ini disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial,seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya dan memasuki masa depan yang lebih baik.
Ekstrakurikuler Wajib dalam Kurikulum 2013, sebagaimana di isyaratkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum pada Lampiran III huruf D menyatakan : “ bahwa Jenis Kegiatan- Kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk. 1. Krida; meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), dan lainnya (Anonimus...).  Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 Tentang  Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, pada Pasal 2 yaitu : (1) Pendidikan Kepramukaan dilaksanakan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah. (2) Kegiatan Ekstrakurikuler wajib merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik (UU No. 12 Thn 2010).
Berdasarkan uraian diatas, baik dari aspek regulasi Gerakan Pramuka, Kurikulum 2013 inklud didalamnya Ekstra Kurikuler Wajib kegiatan Kepramukaan, maupun tempat untuk melaksanakan Ekstra Kurikuler Wajib yakni Gugus depan serta Pelatih Pembina Pramuka sebagai pembina Pramuka yang terlatih dengan tugas tambahan sebagai pelatih atau motivator untuk menggerakkan Pembina Pramuka, agar semua itu berjalannya dengan baik, maka perlu memerankan pelatih pembina Pramuka secara optimal sesuai dengan tufoksinya.    

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan ekstrakurikuler wajib di satuan pendidikan?.
2.      Kendala apa saja yang dihadapi untuk menerapkan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan?.
3.      Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?.

C.       Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
2.      Kendala-kendala yang dihadapi untuk menerapkan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
3.      Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

D.      Manfaat Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini adalah untuk:
1.      Satuan pendidikan supaya dapat dapat menerapkan ekstrakurikuler wajib pramuka dengan sebaik-baiknya sebagai mana yang diamanatkan dalam kurikulum 2013.
2.      Kwartir Cabang agar dapat melakukan pengawasan dan pendampingan kepada kakak-kakak pembina di setiap gugus depan yang berada diwilayah kerja masing-masing karena mengingat masih banyak gugus depan yang masih minim pembina yang sudah pernah mengikuti kursus kepramukan.  Semacam KMD, KML, KPD ataupun KPL.
3.      Pemangku Kebijakan, sangat kami harapkan untuk lebih memperhatikan pramuka terutamanya dari segi pendanaan apalagi sekarang ini sudah menjadi ekstrakurikuler yang diwajibkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Ekstra Kurikuler Wajib Di Satuan Pendidikan
1.        Menjalankan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010
Semenjak lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, maka terjadilah geliat perubahan yang mendasar terhadap kegiatan keramukaan. Gerakan Pramuka tidak hanya mendapat dukungan yuridis sebagai legal formal membangun eksistensi Gerakan Pramuka, akan tetapi mendapat pula dukungan finansial dan dukungan lainnya secara signifikan oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga kegiatan kepramukaan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Maka tidak heran dalam waktu singkat Gerakan  Pramuka menjadi sebuah organisasi yang memiliki keanggotan yang paling besar dan memiliki tingkat keberhasilan yang realistis dalam menciptakan kader bangsa dengan memiliki kerakteristik (kepribadian) keindonesiaan, yang nantinya diharapkan para kader bangsa ini menjadi pemimpin bangsa yang memiliki kepribadian keindonesiaan dan membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang maju dan berperadaban.
Gugus depan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka pada pasal 1 ayat (5), adalah satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan penyelenggara pendidikan kepramukaan (UU No. 12 Thn 2010). Selanjutnya dalam Keputusan Musyawarah Nasional Nomor 11/Munas/2013 Tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka  Pasal 19  menyatakan bahwa :  “ (1) Gugus depan merupakan satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan. (2) Gugus depan meliputi gugus depan berbasis satuan pendidikan dan gugus depan berbasis komunitas. (3) Gugus depan berbasis satuan pendidikan meliputi gugus depan yang berpangkalan di pendidikan formal. (4) Gugus depan berbasis komunitas meliputi gugus depan komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi kemasyarakatan dan komunitas lain (Munas 2013. Kemudian menurut Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka,  Pasal 1 ayat (4) bahwa : a. Gugus depan disingkat Gudep adalah suatu kesatuan organik terdepan dalam Gerakan Pramuka yang merupakan wadah untuk menghimpun anggota Gerakan Pramuka dalam penyelenggaraan kepramukaan, serta sebagai wadah pembinaan bagi anggota muda dan anggota dewasa muda. b. Kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, ahklak, dan budi pekerti luhur  (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2008, Hal 2).
Pelatih Pembina Pramuka,  adalah “Pembina Pramuka” yang memenuhi persyaratan melatih (telah mengikuti Kursus Pelatih) dan memiliki pengabdian tambahan karena memiliki keahlian untuk melatih Pembina Pramuka. Untuk menjadi Pelatih Pembina Pramuka ada dua jenjang pendidikan yakni: Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar, dan Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan. Pelatih Pembina merupakan kor (jantung) kegiatan kepramukaan, makin memahami seorang pelatih  terhadap permasahan kepramukaan baik yang berhubungan internal  kepramukaan atau yang berhubungan dengan eksternal kepramukaan, maka eksistensi Gerakan Pramuka akan lebih maju dan berkembang dengan lebih baik.

2.        Pramuka Wajib Dalam Kurikulum 2013
Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11). Pendidikan merupakan proses pembangunan suatu sistem nilai dalam ranah afektif yang selalu dalam keadaan instatu nascendi (dalam proses menjadi). Muaranya adalah kepemilikan kualitas sebagai manusia yang layak disebut manusia dan bersumber daya (Tri Kartika Rina dalam Djarab, 2004: 54). Pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sangat relevan sebagai wadah penanaman nilai karakter. Nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 20).
Dalam Kurikulum 2013, pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan Kepramukaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang secara sistematik diperankan sebagai wahana penguatan psikologis-sosial-kultural (reinfocement) perwujudan sikap dan keterampilan kurikulum 2013 yang secara psikopedagogis koheren dengan pengembangan sikap dan kecakapan dalam pendidikan Kepramukaan. Dengan demikian pencapaian Kompetensi Inti Sikap Spiritual (KI 1), Sikap Sosial (KI 2), dan Keterampilan (K3) memperoleh penguatan bermakna (meaningfull learning) melalui fasilitasi sistematik-adaptif pendidikan Kepramukaan di lingkungan satuan pendidikan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 1-2).
Dalam implementasi kurikulum 2013, kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan dapat diimplemasikan dalam 3 model, yaitu (1) Sistem Blok yang dilaksanakan pada awal masuk sekolah; (2) Sistem Aktualisasi proses pembelajaran setiap mata pelajaran ke dalam Pendidikan Kepramukaan; dan (3) Sistem Reguler bagi peserta didik yang memiliki minat serta ketertarikan menjadi anggota Pramuka (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 11-12). Mengacu Permendikbud RI Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, lampiran III dijelaskan bahwa fungsi kegiatan ekstrakurikuler Pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki fungsi pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karir.
Koherensi proses pembelajaran yang memadukan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, didasarkan pada dua alasan dalam menjadikan pendidikan Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib. Pertama, dasar legalitasnya jelas, yaitu Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kedua, pendidikan Kepramukaan mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari nilai-nilai Ketuhanan, kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian. Dari sisi legalitas pendidikan Kepramukaan merupakan imperatif yang bersifat nasional, sebagi hal itu tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 2).
Dari pemaparan tersebut di atas, sebenarnya pemerintah menyadari akan pentingnya pendidikan untuk generasi penerus bangsa, salah satunya juga melihat Pramuka. Pramuka atau juga Kepanduan yang telah berperan juga dalam sejarah bangsa Indonesia, dari pra-kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan hingga saat ini, dianggap oleh pemerintah sangat relevan dalam membangun pendidikan karakter. Diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat nilai-nilai positif dalam kegiatan Pramuka yang dinilai akan membawa nilai positif dalam pembentukan karakter bangsa. Namun pada kenyataannya, Pramuka yang dijadikan sebagai ekstrakurikuler wajib di setiap satuan pendidikan memiliki banyak dampak baik bagi guru maupun peserta didik.
Tidak semua satuan pendidikan siap akan Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, karena juga tidak semua satuan pendidikan jangankan memiliki gugusdepan ekstrakurikuler Pramuka pun tidak semuanya ada, apalagi memiliki pembina Pramuka yang mau dan mampu membina Pramuka dengan baik. Akhirnya banyak satuan pendidikan yang mencari pembina Pramuka dadakan atau bahkan memberdayakan para guru untuk membina Pramuka. Selain itu juga akan memengaruhi kondisi psikis peserta didik yang setengah hati mengikuti ekstrakurikuler wajib Pramuka. Pasti ada rasa tidak senang maupun tidak dengan ikhlas mengikuti kegiatan Pramuka, yang akhirnya menganggap sepele Pramuka tersebut. Di sinilah pentingnya peran semua komponen satuan pendidikan dan pembina Pramuka untuk sekreatif mungkin membuat ekstrakurikuler wajib Pramuka dapat diminati dan disenangi oleh seluruh peserta didik, sehingga tujuan dari pemerintah mewajibkan ekstrakurikuler Pramuka untuk membentuk karakter baik peserta didik dapat terwujud dengan baik.

B.       Kendala Yang Dihadapi Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler Wajib Di Satuan Pendidikan
1.        Rendahnya Mutu Pembina Pramuka
Masalah lain yang dihadapi Gerakan Pramuka saat ini adalah rendahnya kualitas dan kuantitas Pembina Pramuka. Sudah amat jarang terjadi munculnya Pembina baru dari para peserta didik yang memiliki pengalaman ketika menjadi Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega. Banyak Pembina yang muncul karena jabatannya sebagai guru, misalnya guru olah raga, guru bimbingan, yang notabene kurang memiliki pengalaman yang cukup sebagai anggota Gerakan Pramuka sebelumnya. Kurangnya pengalaman mereka sebagai peserta didik sudah barang tentu berakibat pada lemahnya pemahaman mereka terhadap ide dasar pendidikan kepramukaan.
Di Kwartir Cabang Aceh Timur kekurangan jumlah Pembina dapat diketahui dari ratio Pembina berbanding peserta didik sebagai 1 : 60 orang. Angka tersebut masih jauh dari ketentuan ratio ideal sebesar 1 Pembina untuk 10 orang peserta didik. Keadaan tersebut masih ditambah dengan adanya kenyataan seorang Pembina merangkap membina pada beberapa sekolah atau Gugus depan. Hal tersebut sudah barang tentu akan menghambat usaha peningkatan kualitas proses pendidikan kepramukaan di Gugus depan, karena kurang intensifnya Pembina melakukan pembinaan pada peserta didiknya.
Memang, dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas Pembina Pramuka diadakan Kursus Mahir Pembina, baik tingkat Dasar maupun Lanjutan. Tetapi manakala peserta Kursus Mahir Pembina adalah Pembina karbitan, menjadi Pembina karena jabatan, bagi pelaksanaan proses pendidikan kepramukaan kurang memadai. Diharapkan Pembina Pramuka muncul dari para calon-calon Pembina yang benar-benar memiliki pengalaman sebagai peserta didik atau memahami ide dasar pendidikan kepramukaan. Tidak sekedar memandang pendidikan kepramukaan sebagai pelengkap kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, melainkan mendudukkan pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional, yaitu sebagai penunjang sub sistem pendidikan persekolahan (formal).
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas proses pendidikan kepramukaan sesuai dengan yang dirujuk pada prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan, maka kemampuan dan ketrampilan para Pembina harus mendapat perhatian. Tampaknya diperlukan Pembina Pramuka yang benar-benar memahami dan menguasai pendidikan kepramukaan. Untuk itu harus dihindari munculnya Pembina Pramuka karbitan apabila Gerakan Pramuka masih ingin memberikan makna dalam sistem pendidikan nasional di masa mendatang.

2.        Ketinggalan Jaman
Pada tahap perkembangan ilmu dan teknologi serta arus informasi yang demikian pesat dewasa ini, seakan pendidikan kepramukaan tetap saja berjalan di tempat. Berbagai materi dan metode yang dikenalkan hampir lebih sepuluh tahun yang lalu sampai saat ini masih disampaikan kepada para peserta didik tanpa mengalami pembaharuan. Para Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka terlalu berpegang pada pakem yang ada, seakan tidak peduli terhadap kemajuan di sekilingnya. 
Memang prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan senantiasa harus dipegang teguh dalam proses pendidikan kepramukaan, karena hal itu merupakan ciri utama yang membedakan antara pendidikan kepramukaan dengan bentuk pendidikan lainnya. Namun materi yang diberikan serta metode pembelajarannya harus selalu dikembangkan mengikuti perkembangan jaman.
Kemampuan mengembangkan materi serta metode pembelajaran itulah yang saat ini miskin dikuasai oleh para Pembina Pramuka. Kebanyakan dari mereka dalam proses latihan rutin dari tahun ke tahun selalu hanya mengandalkan buku rujukan Kursus Pembina Mahir Dasar atau Lanjutan.
Untuk itulah pada kurikulum Kursus Pembina Mahir Dasar dan Kursus Pembina Mahir Lanjutan perlu dicantumkan pokok bahasan tentang inovasi teknologi pendidikan kepramukaan, yaitu suatu pokok bahasan yang memberikan bekal pada Pembina Pramuka agar mampu melakukan pembaharuan di bidang materi dan metode pembelajaran untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Konteks menyesuaikan jaman artinya adalah melakukan pembaharuan pendidik-an kepramukaan sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak dan remaja pada jaman dimana ia hidup.
Berkaitan dengan hal itu, maka akan dapat kita kaji kembali: sejauhmana keterkaitan keterampilan semaphore, morse, dan tali temali pada pendidikan kepramukaan dalam era globalisasi informasi serta teknologi canggih dewasa ini? Memang pada era Baden Powell, awal abad ini, semaphore dan morse merupakan alat yang ampuh dalam melakukan komunikasi jarak jauh dan tali temali merupakan keterampilan utama yang diperlukan dalam melakukan pionering.
Fakta lain menunjukkan bahwa pada perkembangan dewasa ini pendidikan kepramukaan jauh kalah populer dibanding dengan kelompok pecinta alam. Perkembangan kegiatan kelompok pecinta alam sudah sedemikian pesatnya sehingga muncul aktivitas yang menarik bagi remaja seperti panjat tebing, caving, dan mountainering. Pada perkembangan yang sama sebagian besar satuan Gerakan Pramuka masih melakukan kegiatan alam terbuka dengan acara mencari jejak, permainan berbagai macam sandi, wide game yang dipandang oleh remaja terlalu monoton dan sudah kuno. Padahal sejarah pertum-buhan Gerakan Pramuka di Indonesia lebih tua dibanding dengan kelompok pecinta alam. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal sebagian besar aktivitas pendidikan kepramukaan adalah di alam terbuka serta diikuti usaha mengenal dan menanamkan rasa mencintai alam. Keadaan ini tidak akan terjadi manakala Pembina mampu mengembangkan dan mengemas kegiatan sesuai dengan minat anak dan remaja sesuai dengan jamannya, bukan jamannya Kakak Pembina.

3.        Perlu Pembaharuan Dalam Metode Pembelajaran Kepramukaan
Untuk itulah sudah saatnya Gerakan Pramuka melakukan kajian mengenai usaha meningkatkan relevansi pendidikannya, utamanya menyesuaikan materi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan perubahan jaman dan kebutuhan masyarakat. Usaha itu adalah upaya untuk menarik minat para anak dan remaja agar tertarik pada pendidikan kepramukaan.
Usaha melakukan pembaharuan materi dan metode pembelajaran itu kiranya tidak akan bertentangan dengan ide dasar Baden Powell tentang pendidikan kepanduan atau kepramukaan. Baden Powell kepada para Pembina, dalam bukunya Penolong untuk Pemimpin Pandu, menyatakan bahwa dalam pendidikan kepanduan bukan isi pelajarannya yang terpenting tetapi cara-caranya. Menurut Baden Powell pendidikan kepanduan/kepramukaan adalah suatu sistem pendidikan yang membimbing anak dan remaja untuk melahirkan segala sesuatu secara benar, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, memberikan kesempatan pada perkembangan inisiatif, kedisiplinan diri, percaya diri dan menentukan tujuan sendiri.
Dari pernyataan Baden Powell tersebut tersirat bahwa pendidikan kepramukaan memiliki sifat universal dalam perspektif tempat maupun waktu. Pemahaman keuniversalan pendidikan kepramukaan selama ini hanyalah pada perspektif tempat saja, artinya pendidikan kepramukaan dapat dipergunakan dimana saja untuk mendidik anak dan remaja dari bangsa di seluruh muka bumi. Pemahaman keuniversalan yang sempit inilah mengakibatkan kemandegan pengembangan pendidikan kepramukaan.
Pada perspektif kekinian dan ke depan usaha pembinaan kepribadian dan watak generasi muda melalui pendidikan kepramukaan tidak akan cukup hanya memperkenalkan kepada mereka keterampilan semaphore, morse, dan tali temali sementara nilai dan norma sosial yang berkembang di masyarakat telah diwarnai dengan suasana teknologi yang serba canggih. Justru pada perspektif kekinian dan ke depan pendidikan kepramukaan harus mampu mengemas materi dan metode pembelajarannya yang disesuaikan dengan permasalahan aktual yang sedang dihadapi dan tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.

C.      Usaha Yang Dilakukan Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler Wajib Di Satuan Pendidikan
1.        Peran Pembina Pramuka Di Gugus Depan
Dalam penerapannya, guru dan pembina Pramuka sudah seharusnya saling bekerja sama dalam mengembangkan pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan. Guru sebagai pendidik formal di satuan pendidikan, sedangkan pembina Pramuka sebagai pendidik non-formal di satuan pendidikan. Oleh karena pelaksanaan Kurikulum  2013 dikembangkan secara terpadu, guru kelas atau guru mata pelajaran haruslah mempunyai kompetensi pendidikan Kepramukaan. Dengan begitu, guru dapat mengaitkan, menghubungkan, dan memadupadankan tema atau topik mata pelajaran dengan menu ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan (Badang Penelitian dan Pengembangan, 2014: 13-14).
Gerakan Pramuka adalah gerakan pendidikan kaum muda yang menyelenggarakan kepramukaan dengan dukungan dan bimbingan anggota dewasa (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2007: 13). Sehingga, dalam penyelenggaraan kegiatan Pramuka, tidak boleh lepas dari bimbingan orang dewasa dalam hal ini pembina, guru, maupun pihak-pihak terkait. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan, diperlukan upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah, guru, dan pembina dalam mengelola pendidikan Kepramukaan. Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilaksanakan melalui pola pengembangan dan penyegaran kompetensi yang terarah, terpadu, terus menerus, dan berkesinambungan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 16).
Pembina Pramuka sebagai pendidik wajib memahami bahwa semua kegiatan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik merupakan pencerminan dari prinsip dasar Kepramukaan. Selain itu Pembina Pramuka wajib memahami: (1) Prinsip Dasar  Kepramukaan dan Metode Kepramukaan yang merupakan ciri khas yang membedakan pendidikan Kepramukaan dengan pendidikan lainnya, (2) Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan merupakan dua unsur proses pendidikan terpadu yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 18).
Ketika kita membahas mengenai pendidikan dan pengajaran di Indonesia, kita tidak akan lepas dengan peran Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hadjar Dewantara yang juga dijadikan metode pendidikan dalam Gerakan Pramuka. Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional, Ki Hadjar Dewantara yakin bahwa pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai kurtural Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni pertama Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang pendidik selalu berada di depan untuk memberi teladan; Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang pendidik selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus memrakarsai/memotivasi peserta didiknya untuk berkarya, membangun niat, semangat, dan menumbuhkan ide-ide agar peserta didiknya produktif dalam berkarya; Tut Wuri Handayani, artinya seorang pendidik selalu mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya ke arah yang benar bagu hidup masyarakat (Tauhid dalam Samho, 2013: 78). Senada dengan ketiga semboyan pendidikan tersebut, metode pendidikan yang cocok untuk membentuk kepribadian generasi muda di Indonesia adalah sepadan dengan makna paedagogik, yakni Momong, Among, dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh (Samho, 2013: 78).
Dalam menerapkan metode among, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan pentingnya tritunggal fatwa pendidikan untuk hidup merdeka, yaitu pertama tetep, antep, dan mantep, artinya pendidikan adalah upaya terencana untuk membangun ketetapan pikiran dan batin subjek didik; kedua, membentuk mentalitas ngandel, kandel, kendel, dan bandel dalam diri subjek didik, artinya pendidikan menekankan pengolahan kematangan batiniah menumbuhkan rasa percaya diri (ngadel) dan membentuk pendirian yang teguh (kandel) pada subjek didik sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berani dan tawakal, tidak menyerah; ketiga, pendidikan dilaksanakan untuk membangun kondisi neng, ning, nung, dan nang dalam kesadaran peserta didik, artinya upaya mendidik membentuk kesucian pikiran dan kebatinan subjek didik (neng), ketenangan hati (ning), dan membuat mereka menguasai diri (nung), dan kemenagan (nang) atas ego diri yang cenderung pongah dan serakah (Samho, 2013: 81-82).
Di sinilah perlu diingat untuk para pembina Pramuka atau pun guru yang dijadikan Pembina Pramuka untuk kembali ke kodrat pembina Pramuka yang menggunakan prinsip dasar dan metode kepramukaan dalam membina peserta didik. Pembina Pramuka yang berasal dari lulusan Kursus Mahir Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KMD) maupun lulusan Kursus Mahir Pembina Pramuka Tingkat Lanjut (KML) minimal telah memiliki pemahaman mengenai prinsip dasar dan metode kepramukaan, serta memahami apa yang harus dilaksanakan ketika merencanakan maupun melaksanakan kegiatan Pramuka. Sedangkan untuk guru yang dijadikan pembina Pramuka, maka perlu harus berlatih dan memahami prinsip dasar dan metode kepramukaan. Guru di sini harus diawali dengan hati yang ikhlas dalam menjadi pembina Pramuka. Dipermantab dengan mengikuti kursus-kursus baik KMD maupun KML dalam usaha memperbaiki kualitas menjadi pembina Pramuka. Yang menjadi masalah ketika guru yang dijadikan pembina Pramuka tidak memahami bagaimana Pramuka tersebut dan tidak tahu apa yang harus dilaksanakan dalam Kepramukaan. Dengan demikian, pelaksanaan ekstrakurikuler wajib tersebut serasa terpaksa maupun ala kadarnya atau hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Bagaimana filosofi “Guru” yang merupakan “Digugu lan ditiru”, juga dapat dijadikan sebagai pegangan dalam mendidik, mengajar, maupun membina Pramuka. Bagaimana peserta didik akan tertarik dengan apa yang disampaikan ketika seorang guru maupun pembina Pramuka tidak yakin akan dirinya atau pun tidak semangat dalam menyampaikan ilmunya. Sehingga, diperlukan keyakinan dan semangat yang tinggi yang juga dapat memengaruhi kondisi psikis peserta didik. Jangan sampai ada ragu-ragu maupun sikap yang kurang berwibawa maupun sikap kurang menyenangkan diharapan peserta didik, karena juga akan memengaruhi bagaimana peserta didik tertarik dengan ilmu apa yang kita sampaikan. Dengan demikian, perlu dipersiapkan baik materi yang akan disampaikan maupun kondisi penampilan baik guru maupun pembina Pramuka sebelum memulai kegiatan Pramuka. Selain itu juga selalu berikan motivasi maupun logika-logika berpikir positif sebagai penguatan hati peserta didik guna menambah semangat belajar dari peserta didik.
Lokus normatif ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam Kurikulum 2013 berada pada konseptual-normatif dari mandat Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Secara substantif-pedagogis, filosofi dan tujuan Pendidikan Nasional memiliki koherensi dengan tujuan Gerakan Pramuka, dalam hal bahwa keduanya mengusung komitmen kuat terhadap penumbuhkembangan sikap spiritual, sikap sosial, dan keterampilan/kecakapan  sebagai insan dan warga negara Indonesia dalam konteks nilai dan moral Pancasila (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 7).
Sebenarnya ketika ada kerja sama antara guru mata pelajaran dengan pembina Pramuka, maka pembelajaran yang diharapkan pemerintah akan menjadi baik dan sukses terwujud. Kegiatan Pramuka menjadi praktiknya, sedangkan mata pelajaran sebagai teorinya. Atau pun Pramuka menjadi pelengkap dari materi pendidikan di satuan pendidikan yang belum didapatkan dalam materi pada mata pelajaran. Apabila hal tersebut dapat disinergikan, maka tidak ada kata terpaksa maupun rasa setengah hati baik dari guru maupun peserta didik dalam ranah pendidikan yang dilaksanakan pada tiap satuan pendidikan.
Dalam hal pendidikan formal di sekolah, yaitu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Tidak harus Pramuka menjadi sebuah momok bagi yang merasa terpaksa. Namun, dapat disinergikan dengan Pramuka. Semisal pada pendidikan menengah atas, ketika ada mata pelajaran sejarah mengenai sejarah bangsa Indonesia, pada mata pelajaran sejarah materi yang disampaikan adalah sejarah Indonesia berkaitan dengan peristiwa-peristiwa fisik. Namun, akan lebih baik apabila disinergikan juga dengan Pramuka, bahwa di Pramuka merupakan pelengkap dalam pemantaban materi sejarah tersebut, misalnya adalah mengenai sejarah bendera kebangsaan Indonesia. Contoh lain sinergitas antara pelajaran matemarika dengan tekpram, misal mengenai materi triginometri dapat disinergikan dengan materi menaksir yang dalam hal ini, mata pelajaran matematika sebagai teori dan tekpram sebagai praktik. Semisal lagi berkaitan dengan olah raga, adanya praktik berenang dalam mata pelajaran sekolah, maka dapat dijadikan sebagai syarat pemenuhan pengisian syarat kecakapan umum (SKU) berkaitan dengan olah raga berenang. Dari beberapa contoh tersebut sebenarnya telah menunjukkan bahwa Pramuka dan sekolah memiliki relevansi dalam dunia pendidikan yang sama-sama memberikan dampak positif bagi pendidikan. Sehingga, Pramuka dan sekolah dapat dipadukan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.
Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11). Jelas sudah bahwa memang Pendidikan Kepramukaan menurut amanat Undang-Undang Republik Indonesia dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai. Sehingga, secara sederhana sebenarnya Pramuka dalam sistem pendidikan nasional diharapkan lebih pada penguatan pendidikan nilai. Dengan demikian, peserta didik diharapkan tidak saja hanya baik dan cerdas dalam intelektualitasnya, namun juga memiliki kecerdasan emosiaonal, memiliki karakter pribadi luhur yang baik.

2.        Peran Pelatih Pembina Pramuka
Pelatih Pembina Pramuka adalah seorang Anggota Pramuka Dewasa yang telah mengikuti Kursus Pelatih Pembina Pramuka sebagaimana yang diisyaratkan dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 202 Tahun 2011 Tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Gerakan Pramuka pada lampiran Bagian II pasal  9, yaitu : 2) Kursus Pelatih Pembina Pramuka adalah kursus untuk menyiapkan tenaga pelatih Pembina Pramuka, terdiri atas 2 (dua) jenjang yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : a)  Jenjang pertama kursus bagi pelatih Pembina Pramuka adalah Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KPD). KPD hanya boleh diselenggarakan oleh Kwartir Nasional dan Kwartir Daerah. Lulusan KPD adalah calon Pelatih Pembina Pramuka yang akan bertugas di Kwartir Cabang. b). Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL), merupakan jenjang lanjutan dari Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar  (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2011, Hal 4).
Jadi Pelatih Pembina Pramuka adalah anggota Dewasa sebagai Pembina Pramuka yang terlatih dan memiliki tugas tembahan sebagai pelatih Pembina Pramuka untuk membentuk para pembina Pramuka yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan tuntunan jaman.  Oleh karenanya peranan pelatih pembina Pramuka, sangat penting dalam kemajuan Gerakan Pramuka, karena akan menjadi sebagai parameter untuk menentukan maju dan mundurnya Gerakan Pramuka. Menjadi sebuah kewajaran apabila seorang pelatih pembina Pramuka senantiasa meng upgrade dan meng update pengetahuannya tentang berbagai hal khsususnya tentang pengetahuan kepramukaan, sehingga seorang pelatih pembina Pramuka akan senantiasa survive dalam melatih dan actual dalam menyampaikan pengetahuannya.

3.        Peran Pelatih Pembina Dalam Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan
Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014, merupakan Kegiatan Ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud bahwa setiap peserta didik harus mengikuti pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dalam 3 (tiga) Model meliputi Model Blok, Model Aktualisasi, dan Model Reguler.
a.        Model Blok
Merupakan kegiatan wajib dalam bentuk perkemahan yang dilaksanakan setahun sekali dan diberikan penilaian umum.  Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan model blok adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada awal peserta didik masuk di satuan pendidikan. Model blok ini dilaksanakan pada awal tahun pelajaran dengan alokasi waktu 18 Jam pelajaran bagi peserta didik dari kelas 1 s.d. VI SD/MI dan 36 jam pelajaran bagi peserta didik dari kelas VII s.d. IX SMP/MTs dan kelas X s.d. XII SMA/MA/SMK.
Model blok ini merupakan “Training Orientasi Kepramukaan bagi peserta didik” sesuai tingkatan dan usianya.  Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan model blok dilakukan dengan menggunakan modul, sehingga setiap pendidik dapat mengajarkan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada model ini, sekurang-kurangnya telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model blok adalah :
1.      Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada seluruh peserta didik pada awal masuk lembaga pendidikan.
2.      Meningkatkan kompetensi (sikap dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui:
a.        Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga;
b.        Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma khususnya Darma ke-1 dan
c.        Darma ke-2 bagi peserta didik usia Penggalang dan Penegak.

b.        Model Aktualisasi
Merupakan kegiatan wajib dalam bentuk penerapan sikap dan keterampilan yang dipelajari didalam kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan Kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan diberikan penilaian formal.  Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan model Aktualisasi adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan model Aktualisasi dilakukan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan. Oleh karena itu pendidik harus terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan untuk dapat diaktualisasikan dalam kegiatan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada sistem ini, sekurang-kurangnya telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Aktivitas Model Aktualisasi :
1.        Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali;
2.        Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 120 menit;
3.        Kegiatan model Aktualisasi merupakan kegiatan Latihan Ekstrakurikuler Kepramukaan;
4.        Pembina kegiatan dilakukan oleh Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model Aktualisasi adalah :
a.       Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada seluruh peserta didik;
b.      Media Aktualisasi kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan;
c.       Meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang, dan Penegak.

d.        Model Reguler
Merupakan kegiatan sukarela berbasis minat peserta didik yang dilaksanakan di Gugus depan.  Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan sistem reguler adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada Gugus depan (Gudep) yang ada di satuan pendidikan dan merupakan kegiatan pendidikan kepramukaan secara utuh. Oleh karena itu apabila satuan pendidikan memilih model reguler dan belum memiliki Gudep, maka harus terlebih dahulu menyiapkan sistem pengelolaan pendidikan kepramukaan melalui Gudep.
Aktivitas model Reguler:
1.        Bersifat sukarela sesuai dengan bakat dan minat peserta didik;
2.        Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 2 jam (120 menit) pelajaran;
3.        Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali;
4.        Sepenuhnya dikelola oleh Gugus depan Pramuka pada satuan atau gugus satuan pendidikan.
5.        Pembina kegiatan adalah Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka) yang telah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model reguler adalah meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki minat dan ketertarikan sebagai anggota pramuka, melalui: aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang dan Penegak. 
Kedudukan Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam sistem Kurikulum 2013 merupakan komplemen kurikulum yang dirancang secara sistematis dan relevan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Seluruh aktivitas didedikasikan pada peningkatan kompetensi peserta didik. Penyelenggaraan kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi peserta didik.
Secara konsepsional Kurikulum 2013 memiliki landasan filosofis, teoritis yang mengikat struktur kurikulum yang komprehensif untuk mencapai kompetensi inti. Kompetensi meliputi; sikap (spiritual dan sosial), kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Setiap proses pendidikan di sekolah, termasuk penyelenggaraan ekstra kurikuler di sekolah, hendaknya diarahkan untuk mengembangkan kapasitas ketiga dimensi tersebut.
Pelaksanaan Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstra kurikuler wajib di Sekolah, sejalan dan relevan dengan amanat Sistem Pendidikan Nasional dan Kurikulum 2013, memerlukan Buku Panduan atau Petunjuk Pelaksanaan yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan yang mengacu pada Peraturan Menteri No.81A tahun 2013 tetapi ditindaklanjuti dengan adanya SKB Mendikinas dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tentang Petunjuk Pelaksanaannya.
Peranan Pelatih pembina Pramuka dalam menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, memberikan sebuah tantangan dan memotivasi untuk memikirkan pola pelatihan dan mengimplementasikan pola pelatihan tersebut sesuai dengan harapan Permendikbud, juga tetap harus menjaga nilai-nilai dan kode kehormatan Pramuka sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka.
Oleh karenanya pelatih pembina Pramuka harus mengenal lebih dekat Permendikbud tersebut, selanjutnya harus pula mengerti dan memahami esensi dan isi permendikbud tersebut baik dari sisi historis maupun dari sisi filosofis, yuridis dan sosiologis, kemudian merumuskan konsep modul pembelajaran bagi pembina Pramuka untuk mengimplementasikannya dalam bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan di Gugus depannya masing-masing.

4.        Kesiapan Gugus Depan Dalam Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan
Gugus depan merupakan satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan penyelenggara pendidikan kepramukaan, artinya di Gugus depanlah kegiatan pendidikan Kepramukaan dilaksanakan, oleh karena itu Gugus depan harus memiliki kesiapan untuk di jadikan tempat diselenggarakannya  kegiatan Ekstrakurikuler wajib sebagaimana dalam sistem pendidikannya terbagi dalam tiga model pendidikan Kepramukaan seperti yang telah penulis uraikan diatas mempunyai tingkatan dan cara pelaksanaan kegiatan serta pendidikan.  Ketiga model pendidikan itu juga harus membuat jadwal secara terperinci untuk latihan. 
Jadi dari tiga model kegiatan ekstra kurikuler wajib pendidikan Kepramukaan, yang sepenuhnya dikelola oleh Gugus depan adalah model Reguler, sedangkan model Blok dan model Aktualisasi tidak hanya Gugus depan yang terlibat,  akan tetapi seluruh pontensi yang ada di satuan pendidikan tersebut terlibat didalamnya.
Oleh karena itu kesiapan Gugus depan dalam melaksanakan ekstra kurikuler wajib pendidikan Kepramukaan merupakan keniscayaan yang harus dipersiapkan dengan matang oleh para Pembina Pramuka di Gugus depan baik dari aspek kapasitas (artinya para pembina telah meng-Upgrade dan meng-Update pengetahuannya tentang pendidikan Kepramukaan yang terus berkembang secara dinamis, Regulasi yang berkaitan dengan Kepramukaan yang terus mengalami penambahan dan perbaikan, dll.), aspek administrasi Satuan dan Gugus depan maupun aspek sarana dan prasarana yang memadai.
Melihat kenyataan tersebut, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa kesiapan gugus depan yang ada di lingkungan kwartir cabang Aceh Timur belum siap menghadapai dan menjalankan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan secara maksimal seperti yang diamanat dalam undang-undang.
BAB  III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pramuka merupakan organisasi kepemudaan yang resmi dari pemerintah yang memiliki payung hukum mulai dari Keppres RI Nomor 238 Tahun 1961 hingga payung hukum Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Gerakan Pramuka. Dengan demikian, Pramuka menjadi tangung jawab bersama dalam pelaksanaannya. Dengan berlakunya Kurikulum 2013 dan sesuai dengan Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib pada setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Oleh sebab itu peran satuan pendidikan juga sangat penting demi terlaksananya kebijakan tersebut dengan baik. Dengan ekstrakurikuler wajib Pramuka dalam kurikulum 2013, diharapkan adanya perpaduan yang baik antara mata pelajaran umum di sekolah dengan kegiatan Pramuka yang saling mendukung dalam ranah pendidikan karakter.

B.       Saran
Dari pembahasan di atas ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini, diantaranya:
1.      Gugus depan hendaknya mempersiapkan secara matang untuk melaksanakan Ekstrakurikuler wajib pendidikan Kepramukaan baik dari sisi personal (para Pembina Pramuka dengan kapasitas yang meningkat ter-Upgrade dan ter-Update) maupun sarana dan prasara yang memadai.
2.      Para Pelatih Pembina Pramuka, hendaknya membuat modul pembelajaran untuk bahan ajar para Pembina Pramuka dalam menerapkan Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan.
3.      Sebaiknya Kwartir Nasional agar secepatnya membuat Petunjuk Pelaksanaan Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan yang mengacu kepada Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Kurikulum 2013 dan  Ekstra Wajib Pendidikan Kepramukaan.
4.      Metode Pelatihan, mengembangkan metode-metode pendidikan dan pelatihan bagi kepramukaan.  Terjadinya kekakuan dalam sistem pendidikan dan pelatihan kepramukaan, membuat kegiatan menjadi terkekang oleh ruangan kelas, dan mengurangi kegiatan-kegiatan di luar ruangan yang merupakan kegiatan sesungguhnya dari kepramukaan.
 
DAFTAR PUSTAKA

Andri Bob Sunardi., Boy Man. Penerbit Nuansa Muda, Bandung, Tahun 2011.

Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum : Pedoman Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka. Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus, Keputusan Musyawarah Nasional Nomor 11/Munas/2013 Tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun 2008.

Mukson., Buku Panduan Materi Pramuka Siaga. Tahun 2011.
­­
______., Buku Panduan Materi Pramuka Penggalang. Tahun 2011.

Badan Penelitian dan Pengembangan. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan di Satuan Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Djarab, Hendarmin (Ed). 2004. Guru & Pramuka Untuk Bangsa: 85 Tahun Let.Jend. TNI (Purn) H. Mashudi (Sept. 1919-Sept. 2004). Bandung: Forum Putera Puteri TNI (FKPPI) dan Fakultas Hukum Unpad.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 2007. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka.

Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum.

Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan. 2014. Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Kepala Sekolah: Pendidikan Kepramukaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Samho, Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan Relevansi. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka.
Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog