Video Pembelajaran:https://youtu.be/Nlq5Ozyifvk
Read more ...
Breaking News
Friday, March 18, 2016
Saturday, March 5, 2016
Servis Sepeda Motor
Semeda motor sudah merupakan kewajiban yang bisa di katakan wajib ada, hampir seluruh rumah memilikinya. tentunya anda ingin mengetahui cara bagai mana melakukan servis sederhana bukan? berikt ini anak-anak SMK akan mempraktekkannya. lihat Link berikut:https://youtu.be/p4rrZOpM_YM
Read more ...
Servis Sepeda Motor
Semeda motor sudah merupakan kewajiban yang bisa di katakan wajib ada, hampir seluruh rumah memilikinya. tentunya anda ingin mengetahui cara bagai mana melakukan servis sederhana bukan? berikt ini anak-anak SMK akan mempraktekkannya. lihat Link berikut:https://youtu.be/p4rrZOpM_YM
Read more ...
Friday, March 4, 2016
Praktik Shalat Jenazah
kewajiban seorang mukmin terhadap mayit adalah memandikan, mengkafankan, menshalatkan dan mengubur. berikut ini tatacara memandikan jenazah:https://youtu.be/bx_lJHaCd_E
Read more ...
Praktik Shat Jenazah
kewajiban seorang mukmin terhadap mayit adalah memandikan, mengkafankan, menshalatkan dan mengubur. berikut ini tatacara memandikan jenazah:https://youtu.be/bx_lJHaCd_E
Read more ...
Tarian Saman
Aceh sudah terkenal dengan hudayanya, salah satu budaya aceh yaitu tarian. tarian yang sangat heroik adalah tarian rapai geleng, berikut ini link rapai geleng aceh yang di bawakan oleh anggota pramuka.
https://youtu.be/CZ30NX7p_9s
Read more ...
https://youtu.be/CZ30NX7p_9s
Thursday, March 3, 2016
Wednesday, March 2, 2016
Makalah Pramuka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pramuka adalah
perkumpulan gerakan pendidikan kepanduan kebangsaan Indonesia untuk anak-anak,
pemuda dan warga negara Republik Indonesia. Badan-badan yang sama sifatnya atau
yang menyerupai perkumpulan Gerakan Pramuka dilarang adanya (Keputusan Presiden
No. 238 Tahun 1961). Dalam perkembangannya gerakan pramuka merupakan
sebuah gerakan yang bersifat nasional untuk membangun karakter kebangsaan warga
negara Indonesia. Gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Gerakan
Pendidikan Kepanduan Praja Muda Karana tidak serta merta bahwa Kepanduan hilang
dari Gerakan Pramuka, karena tidak banyak yang paham bahwa Pramuka merupakan
sebuah singkatan atau yang sering dikenal dengan “Praja Muda Karana” yang
artinya “pemuda yang suka berkarya”. Oleh sebab itu, perlunya pembina bahkan
pelatih memahami hal-hal yang dianggap kecil tersebut untuk membentuk jiwa-jiwa
Pramuka yang diharapkan bangsa Indonesia.
Kita ketahui bahwa Pramuka atau
dalam hal ini Kepanduan, memiliki andil yang cukup besar dalam perjuangan
negeri ini, sehingga banyak pemaknaan-pemaknaan nasionalisme dan kebangsaan
yang memang sengaja disematkan dalam jiwa-jiwa Pramuka melalui berbagai atribut
dalam Gerakan Pramuka itu sendiri. Sehingga, diharapkan dengan penanaman
nasionalisme dan kebangsaan dapat menjadikan warga Indonesia menjadi baik dan
memiliki jiwa nasionalisme, wawasan kebangsaan, serta cinta tanah air. Walaupun
dalam prinsip Kepanduan itu bersifat universal dan sukarela, agak sedikit
berbeda dengan yang kita temui pada Gerakan Pramuka Indonesia. Nasionalisme
ditanamkan dan Pramuka pun telah dikenal oleh anak Indonesia sejak sekolah
dasar hingga mahasiswa. Apalagi walaupun tidak ikut Pramuka, namun seragam yang
dikenakan di sekolah juga wajib memakai seragam pramuka dari pendidikan dasar
dan menengah.
Kebijakan dari pemerintah yang juga
berbeda dengan sifat Kepanduan yaitu sukarela, Pemerintah melalui Kemendikbud
mewajibkan Pramuka masuk dalam ranah pendidikan, khususnya pendidikan formal.
Diawali kebijakan pada masa Orde Baru dengan mewajibkan seragam wajib sekolah
dengan seragam Pramuka pada hari-hari tertentu hingga dengan adanya program
pendidikan karakter serta dikuatkan dengan adanya kurikulum 2013 yang dalam hal
ini Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib di setiap sekolah mulai pendidikan
dasar hingga pendidikan menengah. Hal tersebut sesuai dengan Permendikbud Nomor
81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada lampiran III, sehingga
Pramuka sama seperti halnya mata pelajaran wajib di sekolah dan masuk dalam
kurikulum wajib sekolah.
Hal tersebut dapat menimbulkan
kecemburuan sosial dari ekstrakurikuler lain yang tidak diwajibkan dalam
kurikulum sekolah. Belum lagi dengan kemampuan sekolah yang belum tentu
memiliki pembina Pramuka yang dapat diandalkan dalam mengelola ekstrakurikuler
Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib. Atau pemberdayaan guru sekolah yang
mungkin juga tidak begitu memahami Pramuka akan berakibat pada kondisi psikis
siswa. Sesuatu yang diwajibkan memang akan memberi dampak ketidaksukaan atau
pun keterpaksaan bagi yang menjalaninya. Namun juga ketika kewajiban itu
dijalani dengan baik dan ikhlas serta dengan penyajian yang baik dan bagus,
tidak menutup kemungkinan juga akan banyak diminati para siswa, sehingga tujuan
dari Pramuka sebagai pembentuk karakter di sekolah dapat tercapai dengan baik.
Namun, bagaimanakah kenyataan di
lapangan mengenai ekstrakurikuler wajib
Pramuka di sekolah? Bagaimana respon siswa sebagai sasaran didik dan bagaimana
peran pembina Pramuka maupun guru yang diberi tugas membina Pramuka di sekolah?
Kemudian juga bagaimana kesiapan dari sekolah mengenai apa-apa yang dibutuhkan
dalam mendukung ekstrakurikuler wajib tersebut. Karena kurikulum tersebut
merupakan kurikulum baru yang memang sebelum-sebelumnya belum ada di sekolah.
Sedangkan Pramuka yang merupakan sebuah ekstrakurikuler sama halnya dengan
ekstrakurikuler lainnya. Menjadi sebuah permasalahan ketika sebuah sekolah yang
dahulunya belum pernah mengadakan ekstrakurikuler Pramuka dan juga belum
memiliki Pembina Pramuka akan kelabakan mencari Pembina yang mau dan mampu
membina ekstrakuler wajib Pramuka. Yang menjadi masalah lagi adalah bagaimana
anggaran sekolah dan bagaimana juga dengan kesejahteraan para pembina. Atau
bahkan ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kebijakan tersebut hanya
untuk mencari keuntungan.
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013
yang Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib, dari satu sisi kemungkinan
mendapatkan respon baik dengan pengembangan Pramuka menjadi lebih baik. Namun
juga karena Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib yang harus dilaksanakan di
setiap satuan pendidikan, kemungkinan juga ada yang setengah hati atau merasa
terpaksa. Hal tersebut merupakan tantangan khususnya bagi pembina Pramuka yang
membina di satuan pendidikan. Oleh karena itu perlu dicari solusi bagaimana
menyatukan semua aspek pendidikan yang dapat bersinergi dengan Pendidikan
Kepramukaan.
Kurikulum 2013
merupakan suatu kurikulum yang dibentuk untuk mempersiapkan lahirnya generasi
emas bangsa Indonesia, dengan sistem dimana
siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada
pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum ini disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu
kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik
beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,
dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan
kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial,seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa
sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya dan
memasuki masa depan yang lebih baik.
Ekstrakurikuler Wajib
dalam Kurikulum 2013, sebagaimana di isyaratkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang
Implementasi Kurikulum pada Lampiran III huruf D menyatakan : “ bahwa Jenis
Kegiatan- Kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk. 1. Krida; meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar
Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera
Pusaka (Paskibraka), dan lainnya (Anonimus...).
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 Tentang
Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, pada Pasal 2 yaitu : (1) Pendidikan Kepramukaan
dilaksanakan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan
menengah. (2) Kegiatan Ekstrakurikuler wajib merupakan kegiatan
ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik (UU No. 12 Thn
2010).
Berdasarkan uraian
diatas, baik dari aspek regulasi Gerakan Pramuka, Kurikulum 2013 inklud
didalamnya Ekstra Kurikuler Wajib kegiatan Kepramukaan, maupun tempat untuk
melaksanakan Ekstra Kurikuler Wajib yakni Gugus depan serta Pelatih Pembina
Pramuka sebagai pembina Pramuka yang terlatih dengan tugas tambahan sebagai
pelatih atau motivator untuk menggerakkan Pembina Pramuka, agar semua itu
berjalannya dengan baik, maka perlu memerankan pelatih pembina Pramuka secara
optimal sesuai dengan tufoksinya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan
ekstrakurikuler wajib di satuan pendidikan?.
2. Kendala apa saja yang dihadapi untuk menerapkan
ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan?.
3. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?.
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan dari
pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
2. Kendala-kendala yang dihadapi untuk menerapkan
ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
3.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
D.
Manfaat
Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini
adalah untuk:
1. Satuan
pendidikan supaya dapat dapat menerapkan ekstrakurikuler wajib pramuka dengan
sebaik-baiknya sebagai mana yang diamanatkan dalam kurikulum 2013.
2. Kwartir
Cabang agar dapat melakukan pengawasan dan pendampingan kepada kakak-kakak
pembina di setiap gugus depan yang berada diwilayah kerja masing-masing karena
mengingat masih banyak gugus depan yang masih minim pembina yang sudah pernah
mengikuti kursus kepramukan. Semacam
KMD, KML, KPD ataupun KPL.
3. Pemangku
Kebijakan, sangat kami harapkan untuk lebih memperhatikan pramuka terutamanya
dari segi pendanaan apalagi sekarang ini sudah menjadi ekstrakurikuler yang
diwajibkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Ekstra Kurikuler
Wajib Di Satuan Pendidikan
1.
Menjalankan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010
Semenjak lahirnya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka,
maka terjadilah geliat perubahan yang mendasar terhadap kegiatan keramukaan.
Gerakan Pramuka tidak hanya mendapat dukungan yuridis sebagai legal formal
membangun eksistensi Gerakan Pramuka, akan tetapi mendapat pula dukungan
finansial dan dukungan lainnya secara signifikan oleh pemerintah dan
masyarakat, sehingga kegiatan kepramukaan mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Maka tidak heran dalam waktu singkat Gerakan Pramuka menjadi sebuah organisasi yang
memiliki keanggotan yang paling besar dan memiliki tingkat keberhasilan yang
realistis dalam menciptakan kader bangsa dengan memiliki kerakteristik
(kepribadian) keindonesiaan, yang nantinya diharapkan para kader bangsa ini
menjadi pemimpin bangsa yang memiliki kepribadian keindonesiaan dan membawa
Indonesia menjadi sebuah negara yang maju dan berperadaban.
Gugus depan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka
pada pasal 1 ayat (5), adalah satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan
penyelenggara pendidikan kepramukaan (UU No. 12 Thn 2010). Selanjutnya dalam Keputusan Musyawarah Nasional Nomor 11/Munas/2013
Tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Pasal
19 menyatakan bahwa : “ (1) Gugus
depan merupakan satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan. (2) Gugus
depan meliputi gugus depan berbasis satuan pendidikan dan gugus depan berbasis
komunitas. (3) Gugus depan berbasis satuan pendidikan meliputi gugus depan yang
berpangkalan di pendidikan formal. (4)
Gugus depan berbasis komunitas meliputi gugus depan komunitas kewilayahan,
agama, profesi, organisasi kemasyarakatan dan komunitas lain (Munas 2013. Kemudian menurut Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231
Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka, Pasal 1 ayat (4) bahwa : a. Gugus
depan disingkat Gudep adalah suatu kesatuan organik terdepan dalam Gerakan
Pramuka yang merupakan wadah untuk menghimpun anggota Gerakan Pramuka dalam
penyelenggaraan kepramukaan, serta sebagai wadah pembinaan bagi anggota muda
dan anggota dewasa muda. b. Kepramukaan adalah proses pendidikan di luar
lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam
terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran
akhirnya pembentukan watak, ahklak, dan budi pekerti luhur (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2008, Hal 2).
Pelatih Pembina
Pramuka, adalah “Pembina Pramuka”
yang memenuhi persyaratan melatih (telah mengikuti Kursus Pelatih) dan memiliki
pengabdian tambahan karena memiliki keahlian untuk melatih Pembina Pramuka.
Untuk menjadi Pelatih Pembina Pramuka ada dua jenjang pendidikan yakni: Kursus
Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar, dan Kursus Pelatih Pembina Pramuka
Tingkat Lanjutan. Pelatih Pembina merupakan kor (jantung) kegiatan kepramukaan,
makin memahami seorang pelatih terhadap
permasahan kepramukaan baik yang berhubungan internal kepramukaan atau yang berhubungan dengan
eksternal kepramukaan, maka eksistensi Gerakan Pramuka akan lebih maju dan
berkembang dengan lebih baik.
2.
Pramuka
Wajib Dalam Kurikulum 2013
Pendidikan kepramukaan
dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang
diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan
kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12
Tahun 2010 Pasal 11). Pendidikan merupakan proses pembangunan suatu sistem
nilai dalam ranah afektif yang selalu dalam keadaan instatu nascendi
(dalam proses menjadi). Muaranya adalah kepemilikan kualitas sebagai manusia
yang layak disebut manusia dan bersumber daya (Tri Kartika Rina dalam Djarab,
2004: 54). Pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
sangat relevan sebagai wadah penanaman nilai karakter. Nilai karakter yang
dapat dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan adalah nilai religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 20).
Dalam Kurikulum 2013,
pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib. Hal
ini mengandung makna bahwa pendidikan Kepramukaan merupakan kegiatan
ekstrakurikuler yang secara sistematik diperankan sebagai wahana penguatan
psikologis-sosial-kultural (reinfocement) perwujudan sikap dan
keterampilan kurikulum 2013 yang secara psikopedagogis koheren dengan
pengembangan sikap dan kecakapan dalam pendidikan Kepramukaan. Dengan demikian
pencapaian Kompetensi Inti Sikap Spiritual (KI 1), Sikap Sosial (KI 2), dan
Keterampilan (K3) memperoleh penguatan bermakna (meaningfull learning) melalui
fasilitasi sistematik-adaptif pendidikan Kepramukaan di lingkungan satuan
pendidikan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 1-2).
Dalam implementasi
kurikulum 2013, kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan dapat diimplemasikan dalam
3 model, yaitu (1) Sistem Blok yang dilaksanakan pada awal masuk sekolah; (2)
Sistem Aktualisasi proses pembelajaran setiap mata pelajaran ke dalam
Pendidikan Kepramukaan; dan (3) Sistem Reguler bagi peserta didik yang memiliki
minat serta ketertarikan menjadi anggota Pramuka (Pusat Pengembangan Tenaga
Kependidikan, 2014: 11-12). Mengacu Permendikbud RI Nomor 81A tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum 2013, lampiran III dijelaskan bahwa fungsi
kegiatan ekstrakurikuler Pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler pada satuan
pendidikan memiliki fungsi pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan
karir.
Koherensi proses
pembelajaran yang memadukan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler,
didasarkan pada dua alasan dalam menjadikan pendidikan Kepramukaan sebagai
ekstrakurikuler wajib. Pertama, dasar legalitasnya jelas, yaitu Undang-Undang
RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kedua, pendidikan Kepramukaan
mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari nilai-nilai Ketuhanan, kebudayaan,
kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian. Dari
sisi legalitas pendidikan Kepramukaan merupakan imperatif yang bersifat
nasional, sebagi hal itu tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014:
2).
Dari pemaparan tersebut
di atas, sebenarnya pemerintah menyadari akan pentingnya pendidikan untuk
generasi penerus bangsa, salah satunya juga melihat Pramuka. Pramuka atau juga
Kepanduan yang telah berperan juga dalam sejarah bangsa Indonesia, dari pra-kemerdekaan,
mempertahankan kemerdekaan hingga saat ini, dianggap oleh pemerintah sangat
relevan dalam membangun pendidikan karakter. Diperkuat dengan adanya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat nilai-nilai
positif dalam kegiatan Pramuka yang dinilai akan membawa nilai positif dalam
pembentukan karakter bangsa. Namun pada kenyataannya, Pramuka yang dijadikan
sebagai ekstrakurikuler wajib di setiap satuan pendidikan memiliki banyak
dampak baik bagi guru maupun peserta didik.
Tidak semua satuan
pendidikan siap akan Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, karena juga tidak
semua satuan pendidikan jangankan memiliki gugusdepan ekstrakurikuler Pramuka
pun tidak semuanya ada, apalagi memiliki pembina Pramuka yang mau dan mampu
membina Pramuka dengan baik. Akhirnya banyak satuan pendidikan yang mencari
pembina Pramuka dadakan atau bahkan memberdayakan para guru untuk membina
Pramuka. Selain itu juga akan memengaruhi kondisi psikis peserta didik yang
setengah hati mengikuti ekstrakurikuler wajib Pramuka. Pasti ada rasa tidak
senang maupun tidak dengan ikhlas mengikuti kegiatan Pramuka, yang akhirnya
menganggap sepele Pramuka tersebut. Di sinilah pentingnya peran semua komponen
satuan pendidikan dan pembina Pramuka untuk sekreatif mungkin membuat
ekstrakurikuler wajib Pramuka dapat diminati dan disenangi oleh seluruh peserta
didik, sehingga tujuan dari pemerintah mewajibkan ekstrakurikuler Pramuka untuk
membentuk karakter baik peserta didik dapat terwujud dengan baik.
B. Kendala Yang Dihadapi Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler
Wajib Di Satuan Pendidikan
1.
Rendahnya
Mutu Pembina Pramuka
Masalah lain yang dihadapi Gerakan
Pramuka saat ini adalah rendahnya kualitas dan kuantitas Pembina Pramuka. Sudah
amat jarang terjadi munculnya Pembina baru dari para peserta didik yang
memiliki pengalaman ketika menjadi Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega.
Banyak Pembina yang muncul karena jabatannya sebagai guru, misalnya guru olah
raga, guru bimbingan, yang notabene kurang memiliki pengalaman yang cukup
sebagai anggota Gerakan Pramuka sebelumnya. Kurangnya pengalaman mereka sebagai
peserta didik sudah barang tentu berakibat pada lemahnya pemahaman mereka
terhadap ide dasar pendidikan kepramukaan.
Di Kwartir Cabang Aceh Timur
kekurangan jumlah Pembina dapat diketahui dari ratio Pembina berbanding peserta
didik sebagai 1 : 60 orang. Angka tersebut masih jauh dari ketentuan ratio
ideal sebesar 1 Pembina untuk 10 orang peserta didik. Keadaan tersebut masih
ditambah dengan adanya kenyataan seorang Pembina merangkap membina pada
beberapa sekolah atau Gugus depan. Hal tersebut sudah barang tentu akan
menghambat usaha peningkatan kualitas proses pendidikan kepramukaan di Gugus
depan, karena kurang intensifnya Pembina melakukan pembinaan pada peserta
didiknya.
Memang, dalam rangka meningkatkan
kuantitas dan kualitas Pembina Pramuka diadakan Kursus Mahir Pembina, baik
tingkat Dasar maupun Lanjutan. Tetapi manakala peserta Kursus Mahir Pembina
adalah Pembina karbitan, menjadi Pembina karena jabatan, bagi pelaksanaan
proses pendidikan kepramukaan kurang memadai. Diharapkan Pembina Pramuka muncul
dari para calon-calon Pembina yang benar-benar memiliki pengalaman sebagai
peserta didik atau memahami ide dasar pendidikan kepramukaan. Tidak sekedar
memandang pendidikan kepramukaan sebagai pelengkap kegiatan ekstra kurikuler di
sekolah, melainkan mendudukkan pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan
nasional, yaitu sebagai penunjang sub sistem pendidikan persekolahan (formal).
Oleh karena itu dalam rangka
meningkatkan kualitas proses pendidikan kepramukaan sesuai dengan yang dirujuk
pada prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan, maka kemampuan dan
ketrampilan para Pembina harus mendapat perhatian. Tampaknya diperlukan Pembina
Pramuka yang benar-benar memahami dan menguasai pendidikan kepramukaan. Untuk
itu harus dihindari munculnya Pembina Pramuka karbitan apabila Gerakan Pramuka
masih ingin memberikan makna dalam sistem pendidikan nasional di masa mendatang.
2.
Ketinggalan
Jaman
Pada tahap perkembangan ilmu dan
teknologi serta arus informasi yang demikian pesat dewasa ini, seakan
pendidikan kepramukaan tetap saja berjalan di tempat. Berbagai materi dan
metode yang dikenalkan hampir lebih sepuluh tahun yang lalu sampai saat ini
masih disampaikan kepada para peserta didik tanpa mengalami pembaharuan. Para
Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka terlalu berpegang pada pakem yang
ada, seakan tidak peduli terhadap kemajuan di sekilingnya.
Memang prinsip dasar metodik
pendidikan kepramukaan senantiasa harus dipegang teguh dalam proses pendidikan
kepramukaan, karena hal itu merupakan ciri utama yang membedakan antara
pendidikan kepramukaan dengan bentuk pendidikan lainnya. Namun materi yang
diberikan serta metode pembelajarannya harus selalu dikembangkan mengikuti
perkembangan jaman.
Kemampuan mengembangkan materi serta
metode pembelajaran itulah yang saat ini miskin dikuasai oleh para Pembina
Pramuka. Kebanyakan dari mereka dalam proses latihan rutin dari tahun ke tahun
selalu hanya mengandalkan buku rujukan Kursus Pembina Mahir Dasar atau
Lanjutan.
Untuk itulah pada kurikulum Kursus
Pembina Mahir Dasar dan Kursus Pembina Mahir Lanjutan perlu dicantumkan pokok
bahasan tentang inovasi teknologi pendidikan kepramukaan, yaitu suatu pokok
bahasan yang memberikan bekal pada Pembina Pramuka agar mampu melakukan
pembaharuan di bidang materi dan metode pembelajaran untuk dapat menyesuaikan
dengan perkembangan jaman. Konteks menyesuaikan jaman artinya adalah melakukan pembaharuan
pendidik-an kepramukaan sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak dan
remaja pada jaman dimana ia hidup.
Berkaitan dengan hal itu, maka akan
dapat kita kaji kembali: sejauhmana keterkaitan keterampilan semaphore, morse,
dan tali temali pada pendidikan kepramukaan dalam era globalisasi informasi
serta teknologi canggih dewasa ini? Memang pada era Baden Powell, awal abad
ini, semaphore dan morse merupakan alat yang ampuh dalam melakukan komunikasi
jarak jauh dan tali temali merupakan keterampilan utama yang diperlukan dalam
melakukan pionering.
Fakta lain menunjukkan bahwa pada
perkembangan dewasa ini pendidikan kepramukaan jauh kalah populer dibanding
dengan kelompok pecinta alam. Perkembangan kegiatan kelompok pecinta alam sudah
sedemikian pesatnya sehingga muncul aktivitas yang menarik bagi remaja seperti
panjat tebing, caving, dan mountainering. Pada perkembangan yang sama sebagian
besar satuan Gerakan Pramuka masih melakukan kegiatan alam terbuka dengan acara
mencari jejak, permainan berbagai macam sandi, wide game yang dipandang oleh
remaja terlalu monoton dan sudah kuno. Padahal sejarah pertum-buhan Gerakan
Pramuka di Indonesia lebih tua dibanding dengan kelompok pecinta alam. Mengapa
hal itu bisa terjadi? Padahal sebagian besar aktivitas pendidikan kepramukaan
adalah di alam terbuka serta diikuti usaha mengenal dan menanamkan rasa
mencintai alam. Keadaan ini tidak akan terjadi manakala Pembina mampu
mengembangkan dan mengemas kegiatan sesuai dengan minat anak dan remaja sesuai
dengan jamannya, bukan jamannya Kakak Pembina.
3.
Perlu
Pembaharuan Dalam Metode Pembelajaran Kepramukaan
Untuk itulah sudah saatnya Gerakan
Pramuka melakukan kajian mengenai usaha meningkatkan relevansi pendidikannya,
utamanya menyesuaikan materi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
perubahan jaman dan kebutuhan masyarakat. Usaha itu adalah upaya untuk menarik
minat para anak dan remaja agar tertarik pada pendidikan kepramukaan.
Usaha melakukan pembaharuan materi
dan metode pembelajaran itu kiranya tidak akan bertentangan dengan ide dasar
Baden Powell tentang pendidikan kepanduan atau kepramukaan. Baden Powell kepada
para Pembina, dalam bukunya Penolong untuk Pemimpin Pandu, menyatakan bahwa
dalam pendidikan kepanduan bukan isi pelajarannya yang terpenting tetapi
cara-caranya. Menurut Baden Powell pendidikan kepanduan/kepramukaan adalah
suatu sistem pendidikan yang membimbing anak dan remaja untuk melahirkan segala
sesuatu secara benar, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, memberikan
kesempatan pada perkembangan inisiatif, kedisiplinan diri, percaya diri dan
menentukan tujuan sendiri.
Dari pernyataan Baden Powell
tersebut tersirat bahwa pendidikan kepramukaan memiliki sifat universal dalam
perspektif tempat maupun waktu. Pemahaman keuniversalan pendidikan kepramukaan
selama ini hanyalah pada perspektif tempat saja, artinya pendidikan kepramukaan
dapat dipergunakan dimana saja untuk mendidik anak dan remaja dari bangsa di
seluruh muka bumi. Pemahaman keuniversalan yang sempit inilah mengakibatkan
kemandegan pengembangan pendidikan kepramukaan.
Pada perspektif kekinian dan ke
depan usaha pembinaan kepribadian dan watak generasi muda melalui pendidikan
kepramukaan tidak akan cukup hanya memperkenalkan kepada mereka keterampilan
semaphore, morse, dan tali temali sementara nilai dan norma sosial yang
berkembang di masyarakat telah diwarnai dengan suasana teknologi yang serba
canggih. Justru pada perspektif kekinian dan ke depan pendidikan kepramukaan
harus mampu mengemas materi dan metode pembelajarannya yang disesuaikan dengan
permasalahan aktual yang sedang dihadapi dan tantangan yang akan dihadapi oleh
bangsa Indonesia.
C. Usaha Yang Dilakukan Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler
Wajib Di Satuan Pendidikan
1.
Peran Pembina Pramuka Di Gugus Depan
Dalam penerapannya, guru dan pembina
Pramuka sudah seharusnya saling bekerja sama dalam mengembangkan pendidikan
Kepramukaan di satuan pendidikan. Guru sebagai pendidik formal di satuan
pendidikan, sedangkan pembina Pramuka sebagai pendidik non-formal di satuan
pendidikan. Oleh karena pelaksanaan Kurikulum
2013 dikembangkan secara terpadu, guru kelas atau guru mata pelajaran
haruslah mempunyai kompetensi pendidikan Kepramukaan. Dengan begitu, guru dapat
mengaitkan, menghubungkan, dan memadupadankan tema atau topik mata pelajaran
dengan menu ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan (Badang Penelitian dan
Pengembangan, 2014: 13-14).
Gerakan Pramuka adalah
gerakan pendidikan kaum muda yang menyelenggarakan kepramukaan dengan dukungan
dan bimbingan anggota dewasa (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2007: 13).
Sehingga, dalam penyelenggaraan kegiatan Pramuka, tidak boleh lepas dari
bimbingan orang dewasa dalam hal ini pembina, guru, maupun pihak-pihak terkait.
Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan, diperlukan
upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah, guru, dan pembina dalam mengelola
pendidikan Kepramukaan. Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilaksanakan
melalui pola pengembangan dan penyegaran kompetensi yang terarah, terpadu,
terus menerus, dan berkesinambungan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014:
16).
Pembina Pramuka sebagai pendidik
wajib memahami bahwa semua kegiatan pendidikan yang diberikan kepada peserta
didik merupakan pencerminan dari prinsip dasar Kepramukaan. Selain itu Pembina
Pramuka wajib memahami: (1) Prinsip Dasar
Kepramukaan dan Metode Kepramukaan yang merupakan ciri khas yang
membedakan pendidikan Kepramukaan dengan pendidikan lainnya, (2) Prinsip Dasar
dan Metode Kepramukaan merupakan dua unsur proses pendidikan terpadu yang harus
diterapkan dalam setiap kegiatan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 18).
Ketika kita membahas mengenai
pendidikan dan pengajaran di Indonesia, kita tidak akan lepas dengan peran
Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hadjar Dewantara yang juga dijadikan metode
pendidikan dalam Gerakan Pramuka. Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai
tradisional, Ki Hadjar Dewantara yakin bahwa pendidikan yang khas Indonesia
haruslah berdasarkan citra nilai kurtural Indonesia juga. Maka ia menerapkan
tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni pertama Ing
Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang pendidik selalu berada di depan untuk
memberi teladan; Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang pendidik selalu berada
di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus memrakarsai/memotivasi peserta
didiknya untuk berkarya, membangun niat, semangat, dan menumbuhkan ide-ide agar
peserta didiknya produktif dalam berkarya; Tut Wuri Handayani, artinya seorang
pendidik selalu mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya ke
arah yang benar bagu hidup masyarakat (Tauhid dalam Samho, 2013: 78). Senada
dengan ketiga semboyan pendidikan tersebut, metode pendidikan yang cocok untuk
membentuk kepribadian generasi muda di Indonesia adalah sepadan dengan makna
paedagogik, yakni Momong, Among, dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu
bersifat mengasuh (Samho, 2013: 78).
Dalam menerapkan metode among, Ki
Hadjar Dewantara menyampaikan pentingnya tritunggal fatwa pendidikan untuk hidup
merdeka, yaitu pertama tetep, antep, dan mantep, artinya pendidikan adalah
upaya terencana untuk membangun ketetapan pikiran dan batin subjek didik;
kedua, membentuk mentalitas ngandel, kandel, kendel, dan bandel
dalam diri subjek didik, artinya pendidikan menekankan pengolahan kematangan
batiniah menumbuhkan rasa percaya diri (ngadel) dan membentuk pendirian
yang teguh (kandel) pada subjek didik sehingga mereka menjadi
pribadi-pribadi yang berani dan tawakal, tidak menyerah; ketiga, pendidikan
dilaksanakan untuk membangun kondisi neng, ning, nung, dan nang dalam kesadaran
peserta didik, artinya upaya mendidik membentuk kesucian pikiran dan kebatinan
subjek didik (neng), ketenangan hati (ning), dan membuat mereka menguasai diri
(nung), dan kemenagan (nang) atas ego diri yang cenderung pongah dan serakah
(Samho, 2013: 81-82).
Di sinilah perlu diingat untuk para
pembina Pramuka atau pun guru yang dijadikan Pembina Pramuka untuk kembali ke
kodrat pembina Pramuka yang menggunakan prinsip dasar dan metode kepramukaan
dalam membina peserta didik. Pembina Pramuka yang berasal dari lulusan Kursus
Mahir Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KMD) maupun lulusan Kursus Mahir Pembina
Pramuka Tingkat Lanjut (KML) minimal telah memiliki pemahaman mengenai prinsip
dasar dan metode kepramukaan, serta memahami apa yang harus dilaksanakan ketika
merencanakan maupun melaksanakan kegiatan Pramuka. Sedangkan untuk guru yang
dijadikan pembina Pramuka, maka perlu harus berlatih dan memahami prinsip dasar
dan metode kepramukaan. Guru di sini harus diawali dengan hati yang ikhlas
dalam menjadi pembina Pramuka. Dipermantab dengan mengikuti kursus-kursus baik
KMD maupun KML dalam usaha memperbaiki kualitas menjadi pembina Pramuka. Yang
menjadi masalah ketika guru yang dijadikan pembina Pramuka tidak memahami
bagaimana Pramuka tersebut dan tidak tahu apa yang harus dilaksanakan dalam
Kepramukaan. Dengan demikian, pelaksanaan ekstrakurikuler wajib tersebut serasa
terpaksa maupun ala kadarnya atau hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Bagaimana filosofi “Guru” yang
merupakan “Digugu lan ditiru”, juga dapat dijadikan sebagai pegangan
dalam mendidik, mengajar, maupun membina Pramuka. Bagaimana peserta didik akan
tertarik dengan apa yang disampaikan ketika seorang guru maupun pembina Pramuka
tidak yakin akan dirinya atau pun tidak semangat dalam menyampaikan ilmunya.
Sehingga, diperlukan keyakinan dan semangat yang tinggi yang juga dapat
memengaruhi kondisi psikis peserta didik. Jangan sampai ada ragu-ragu maupun
sikap yang kurang berwibawa maupun sikap kurang menyenangkan diharapan peserta
didik, karena juga akan memengaruhi bagaimana peserta didik tertarik dengan
ilmu apa yang kita sampaikan. Dengan demikian, perlu dipersiapkan baik materi
yang akan disampaikan maupun kondisi penampilan baik guru maupun pembina
Pramuka sebelum memulai kegiatan Pramuka. Selain itu juga selalu berikan
motivasi maupun logika-logika berpikir positif sebagai penguatan hati peserta
didik guna menambah semangat belajar dari peserta didik.
Lokus normatif
ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam Kurikulum 2013 berada pada
konseptual-normatif dari mandat Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Gerakan Pramuka. Secara substantif-pedagogis, filosofi dan tujuan Pendidikan
Nasional memiliki koherensi dengan tujuan Gerakan Pramuka, dalam hal bahwa
keduanya mengusung komitmen kuat terhadap penumbuhkembangan sikap spiritual,
sikap sosial, dan keterampilan/kecakapan
sebagai insan dan warga negara Indonesia dalam konteks nilai dan moral
Pancasila (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 7).
Sebenarnya ketika ada kerja sama
antara guru mata pelajaran dengan pembina Pramuka, maka pembelajaran yang
diharapkan pemerintah akan menjadi baik dan sukses terwujud. Kegiatan Pramuka
menjadi praktiknya, sedangkan mata pelajaran sebagai teorinya. Atau pun Pramuka
menjadi pelengkap dari materi pendidikan di satuan pendidikan yang belum
didapatkan dalam materi pada mata pelajaran. Apabila hal tersebut dapat
disinergikan, maka tidak ada kata terpaksa maupun rasa setengah hati baik dari
guru maupun peserta didik dalam ranah pendidikan yang dilaksanakan pada tiap
satuan pendidikan.
Dalam hal pendidikan
formal di sekolah, yaitu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Tidak harus
Pramuka menjadi sebuah momok bagi yang merasa terpaksa. Namun, dapat
disinergikan dengan Pramuka. Semisal pada pendidikan menengah atas, ketika ada
mata pelajaran sejarah mengenai sejarah bangsa Indonesia, pada mata pelajaran
sejarah materi yang disampaikan adalah sejarah Indonesia berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa fisik. Namun, akan lebih baik apabila disinergikan juga
dengan Pramuka, bahwa di Pramuka merupakan pelengkap dalam pemantaban materi
sejarah tersebut, misalnya adalah mengenai sejarah bendera kebangsaan
Indonesia. Contoh lain sinergitas antara pelajaran matemarika dengan tekpram,
misal mengenai materi triginometri dapat disinergikan dengan materi menaksir
yang dalam hal ini, mata pelajaran matematika sebagai teori dan tekpram sebagai
praktik. Semisal lagi berkaitan dengan olah raga, adanya praktik berenang dalam
mata pelajaran sekolah, maka dapat dijadikan sebagai syarat pemenuhan pengisian
syarat kecakapan umum (SKU) berkaitan dengan olah raga berenang. Dari beberapa
contoh tersebut sebenarnya telah menunjukkan bahwa Pramuka dan sekolah memiliki
relevansi dalam dunia pendidikan yang sama-sama memberikan dampak positif bagi
pendidikan. Sehingga, Pramuka dan sekolah dapat dipadukan dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013.
Pendidikan kepramukaan
dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang
diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan
kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin,
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI
Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11). Jelas sudah bahwa memang Pendidikan Kepramukaan
menurut amanat Undang-Undang Republik Indonesia dimasukkan dalam sistem pendidikan
nasional dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan
nilai-nilai. Sehingga, secara sederhana sebenarnya Pramuka dalam sistem
pendidikan nasional diharapkan lebih pada penguatan pendidikan nilai. Dengan
demikian, peserta didik diharapkan tidak saja hanya baik dan cerdas dalam
intelektualitasnya, namun juga memiliki kecerdasan emosiaonal, memiliki
karakter pribadi luhur yang baik.
2.
Peran Pelatih Pembina
Pramuka
Pelatih Pembina Pramuka adalah seorang Anggota Pramuka Dewasa yang telah
mengikuti Kursus Pelatih Pembina Pramuka sebagaimana yang diisyaratkan dalam
Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 202 Tahun 2011 Tentang Sistem
Pendidikan dan Latihan Gerakan Pramuka pada lampiran Bagian II pasal 9, yaitu : 2) Kursus Pelatih Pembina Pramuka
adalah kursus untuk menyiapkan tenaga pelatih Pembina Pramuka, terdiri atas 2
(dua) jenjang yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : a) Jenjang pertama kursus bagi pelatih Pembina
Pramuka adalah Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KPD). KPD hanya
boleh diselenggarakan oleh Kwartir Nasional dan Kwartir Daerah. Lulusan KPD
adalah calon Pelatih Pembina Pramuka yang akan bertugas di Kwartir Cabang. b).
Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL), merupakan jenjang
lanjutan dari Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2011, Hal 4).
Jadi Pelatih Pembina Pramuka adalah anggota Dewasa sebagai Pembina Pramuka
yang terlatih dan memiliki tugas tembahan sebagai pelatih Pembina Pramuka untuk
membentuk para pembina Pramuka yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan
tuntunan jaman. Oleh karenanya peranan pelatih pembina Pramuka, sangat penting dalam
kemajuan Gerakan Pramuka, karena akan menjadi sebagai parameter untuk
menentukan maju dan mundurnya Gerakan Pramuka. Menjadi sebuah kewajaran apabila
seorang pelatih pembina Pramuka senantiasa meng upgrade dan meng update
pengetahuannya tentang berbagai hal khsususnya tentang pengetahuan
kepramukaan, sehingga seorang pelatih pembina Pramuka akan senantiasa survive
dalam melatih dan actual dalam menyampaikan pengetahuannya.
3.
Peran Pelatih Pembina
Dalam Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan
Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan sebagaimana termuat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2014, merupakan Kegiatan Ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh
peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud bahwa setiap peserta
didik harus mengikuti pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dalam 3 (tiga)
Model meliputi Model Blok, Model Aktualisasi, dan Model Reguler.
a.
Model Blok
Merupakan kegiatan wajib dalam bentuk perkemahan yang dilaksanakan setahun
sekali dan diberikan penilaian umum.
Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan dengan menerapkan model blok adalah bentuk kegiatan pendidikan
kepramukaan yang dilaksanakan pada awal peserta didik masuk di satuan
pendidikan. Model blok ini dilaksanakan pada awal tahun pelajaran dengan
alokasi waktu 18 Jam pelajaran bagi peserta didik dari kelas 1 s.d. VI SD/MI
dan 36 jam pelajaran bagi peserta didik dari kelas VII s.d. IX SMP/MTs dan
kelas X s.d. XII SMA/MA/SMK.
Model blok ini merupakan “Training Orientasi Kepramukaan bagi peserta
didik” sesuai tingkatan dan usianya.
Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan model blok dilakukan dengan
menggunakan modul, sehingga setiap pendidik dapat mengajarkan pendidikan
kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada model ini,
sekurang-kurangnya telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan
satuan pendidikan telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan kegiatan.
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model
blok adalah :
1. Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada
seluruh peserta didik pada awal masuk lembaga pendidikan.
2. Meningkatkan kompetensi (sikap dan keterampilan) peserta didik yang sejalan
dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
melalui:
a.
Aplikasi Dwi Satya dan
Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga;
b.
Aplikasi Tri Satya dan Dasa
Darma khususnya Darma ke-1 dan
c.
Darma ke-2 bagi peserta
didik usia Penggalang dan Penegak.
b.
Model Aktualisasi
Merupakan kegiatan
wajib dalam bentuk penerapan sikap dan keterampilan yang dipelajari didalam
kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan Kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan
diberikan penilaian formal.
Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan dengan menerapkan model Aktualisasi adalah bentuk kegiatan
pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dengan mengaktualisasikan kompetensi
dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan.
Sistem penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan model Aktualisasi dilakukan dengan mengaktualisasikan
kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan. Oleh karena itu pendidik harus
terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap kompetensi dasar mata pelajaran
yang relevan untuk dapat diaktualisasikan dalam kegiatan pendidikan
kepramukaan. Pendidik yang menyampaikan materi pada sistem ini, sekurang-kurangnya
telah mengikuti Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan
telah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Aktivitas Model
Aktualisasi :
1.
Dilaksanakan setiap
satu minggu satu kali;
2.
Setiap satu kali kegiatan
dilaksanakan selama 120 menit;
3.
Kegiatan model
Aktualisasi merupakan kegiatan Latihan Ekstrakurikuler Kepramukaan;
4.
Pembina kegiatan
dilakukan oleh Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau
Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur
Muda/Instruktur Pramuka).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model
Aktualisasi adalah :
a. Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang kepada
seluruh peserta didik;
b. Media Aktualisasi kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan
metode dan prinsip dasar kepramukaan;
c. Meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang
sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
melalui Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan
Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang, dan
Penegak.
d.
Model Reguler
Merupakan kegiatan
sukarela berbasis minat peserta didik yang dilaksanakan di Gugus depan. Penyelenggaraan
pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan
menerapkan sistem reguler adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang
dilaksanakan pada Gugus depan (Gudep) yang ada di satuan pendidikan dan merupakan
kegiatan pendidikan kepramukaan secara utuh. Oleh karena itu apabila satuan
pendidikan memilih model reguler dan belum memiliki Gudep, maka harus terlebih
dahulu menyiapkan sistem pengelolaan pendidikan kepramukaan melalui Gudep.
Aktivitas model Reguler:
1.
Bersifat sukarela
sesuai dengan bakat dan minat peserta didik;
2.
Setiap satu kali
kegiatan dilaksanakan selama 2 jam (120 menit) pelajaran;
3.
Dilaksanakan setiap
satu minggu satu kali;
4.
Sepenuhnya dikelola
oleh Gugus depan Pramuka pada satuan atau gugus satuan pendidikan.
5.
Pembina kegiatan adalah
Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka
serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka)
yang telah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler model
reguler adalah meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta
didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memiliki minat dan ketertarikan sebagai anggota pramuka,
melalui: aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga, dan
aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia Penggalang dan
Penegak.
Kedudukan Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam sistem
Kurikulum 2013 merupakan komplemen
kurikulum yang dirancang secara sistematis dan relevan dengan upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Seluruh aktivitas didedikasikan pada peningkatan
kompetensi peserta didik. Penyelenggaraan kegiatan kurikuler maupun
ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi peserta didik.
Secara konsepsional Kurikulum 2013 memiliki landasan filosofis, teoritis
yang mengikat struktur kurikulum yang komprehensif untuk mencapai kompetensi
inti. Kompetensi meliputi; sikap (spiritual dan sosial), kompetensi pengetahuan
dan kompetensi keterampilan. Setiap proses pendidikan di sekolah, termasuk
penyelenggaraan ekstra kurikuler di sekolah, hendaknya diarahkan untuk
mengembangkan kapasitas ketiga dimensi tersebut.
Pelaksanaan Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstra kurikuler wajib di
Sekolah, sejalan dan relevan dengan amanat Sistem Pendidikan Nasional dan
Kurikulum 2013, memerlukan Buku Panduan atau Petunjuk Pelaksanaan yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan yang mengacu pada Peraturan Menteri
No.81A tahun 2013 tetapi ditindaklanjuti dengan adanya SKB Mendikinas dan Ketua
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tentang Petunjuk Pelaksanaannya.
Peranan Pelatih pembina Pramuka dalam menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib
Pendidikan Kepramukaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, memberikan
sebuah tantangan dan memotivasi untuk memikirkan pola pelatihan dan
mengimplementasikan pola pelatihan tersebut sesuai dengan harapan Permendikbud,
juga tetap harus menjaga nilai-nilai dan kode kehormatan Pramuka sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan
Pramuka.
Oleh karenanya pelatih pembina Pramuka harus mengenal lebih dekat
Permendikbud tersebut, selanjutnya harus pula mengerti dan memahami esensi dan
isi permendikbud tersebut baik dari sisi historis maupun dari sisi filosofis,
yuridis dan sosiologis, kemudian merumuskan konsep modul pembelajaran bagi
pembina Pramuka untuk mengimplementasikannya dalam bentuk kegiatan pendidikan
kepramukaan di Gugus depannya masing-masing.
4.
Kesiapan Gugus Depan Dalam
Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan
Gugus depan merupakan
satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan penyelenggara pendidikan
kepramukaan, artinya di Gugus depanlah kegiatan pendidikan Kepramukaan
dilaksanakan, oleh karena itu Gugus depan harus memiliki kesiapan untuk di
jadikan tempat diselenggarakannya
kegiatan Ekstrakurikuler wajib sebagaimana dalam sistem pendidikannya
terbagi dalam tiga model pendidikan Kepramukaan seperti yang telah penulis
uraikan diatas mempunyai tingkatan dan cara pelaksanaan kegiatan serta
pendidikan. Ketiga model pendidikan itu
juga harus membuat jadwal secara terperinci untuk latihan.
Jadi dari tiga model kegiatan ekstra kurikuler wajib pendidikan
Kepramukaan, yang sepenuhnya dikelola oleh Gugus depan adalah model Reguler,
sedangkan model Blok dan model Aktualisasi tidak hanya Gugus depan yang
terlibat, akan tetapi seluruh pontensi
yang ada di satuan pendidikan tersebut terlibat didalamnya.
Oleh karena itu
kesiapan Gugus depan dalam melaksanakan ekstra kurikuler wajib pendidikan
Kepramukaan merupakan keniscayaan yang harus dipersiapkan dengan matang oleh
para Pembina Pramuka di Gugus depan baik dari aspek kapasitas (artinya para
pembina telah meng-Upgrade dan meng-Update pengetahuannya tentang
pendidikan Kepramukaan yang terus berkembang secara dinamis, Regulasi yang
berkaitan dengan Kepramukaan yang terus mengalami penambahan dan perbaikan,
dll.), aspek administrasi Satuan dan Gugus depan maupun aspek sarana dan
prasarana yang memadai.
Melihat kenyataan
tersebut, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa kesiapan gugus depan
yang ada di lingkungan kwartir cabang Aceh Timur belum siap menghadapai dan
menjalankan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan secara maksimal
seperti yang diamanat dalam undang-undang.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pramuka merupakan organisasi
kepemudaan yang resmi dari pemerintah yang memiliki payung hukum mulai dari
Keppres RI Nomor 238 Tahun 1961 hingga payung hukum Undang-Undang RI Nomor 12
tahun 2013 tentang Gerakan Pramuka. Dengan demikian, Pramuka menjadi tangung
jawab bersama dalam pelaksanaannya. Dengan berlakunya Kurikulum 2013 dan sesuai
dengan Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, Pramuka dijadikan
ekstrakurikuler wajib pada setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan dasar
hingga pendidikan menengah. Oleh sebab itu peran satuan pendidikan juga sangat
penting demi terlaksananya kebijakan tersebut dengan baik. Dengan
ekstrakurikuler wajib Pramuka dalam kurikulum 2013, diharapkan adanya perpaduan
yang baik antara mata pelajaran umum di sekolah dengan kegiatan Pramuka yang
saling mendukung dalam ranah pendidikan karakter.
B.
Saran
Dari
pembahasan di atas ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan pada
kesempatan ini, diantaranya:
1.
Gugus depan hendaknya
mempersiapkan secara matang untuk melaksanakan Ekstrakurikuler wajib pendidikan
Kepramukaan baik dari sisi personal (para Pembina Pramuka dengan kapasitas yang
meningkat ter-Upgrade dan ter-Update) maupun sarana dan prasara yang memadai.
2.
Para Pelatih Pembina
Pramuka, hendaknya membuat modul pembelajaran untuk bahan ajar para Pembina
Pramuka dalam menerapkan Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan.
3.
Sebaiknya Kwartir
Nasional agar secepatnya membuat Petunjuk Pelaksanaan Ekstrakurikuler Wajib
Pendidikan Kepramukaan yang mengacu kepada Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia tentang Kurikulum 2013 dan
Ekstra Wajib Pendidikan Kepramukaan.
4.
Metode Pelatihan, mengembangkan metode-metode pendidikan dan
pelatihan bagi kepramukaan. Terjadinya
kekakuan dalam sistem pendidikan dan pelatihan kepramukaan, membuat kegiatan
menjadi terkekang oleh ruangan kelas, dan mengurangi kegiatan-kegiatan di luar
ruangan yang merupakan kegiatan sesungguhnya dari kepramukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Andri Bob Sunardi., Boy Man. Penerbit Nuansa
Muda, Bandung, Tahun 2011.
Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi
Kurikulum : Pedoman Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler. Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.
Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan
Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.
Anonimus, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka. Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.
Anonimus, Keputusan Musyawarah Nasional Nomor
11/Munas/2013 Tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka. Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun 2014.
Anonimus. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan
Gerakan Pramuka. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun 2008.
Mukson., Buku Panduan Materi Pramuka Siaga.
Tahun 2011.
______., Buku Panduan Materi Pramuka Penggalang.
Tahun 2011.
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2014. Pedoman Penyelenggaraan
Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan di Satuan Pendidikan. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Djarab, Hendarmin (Ed). 2004. Guru & Pramuka Untuk Bangsa: 85 Tahun
Let.Jend. TNI (Purn) H. Mashudi (Sept. 1919-Sept. 2004). Bandung: Forum
Putera Puteri TNI (FKPPI) dan Fakultas Hukum Unpad.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan
Pramuka.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 2007. Keputusan Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan
Gugusdepan Gerakan Pramuka.
Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum.
Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan. 2014. Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013 Kepala Sekolah: Pendidikan Kepramukaan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Samho,
Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan
Relevansi. Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan
Pramuka.
Subscribe to:
Posts (Atom)