Breaking News

Tuesday, April 11, 2017

PENERAPAN ETIKA MORALITAS DAN BUDAYA MALU DALAM MEWUJUDKAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG PROFESIONAL



ABSTRAK

Keberadaan  Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi kata  kunci  dari  keberlangsungan suatu negara terutama dalam pelayanan publik. Peran besar yang diemban oleh PNS inilah yang menjadikan PNS dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki kedudukan strategis dalam kehidupan bernegara dan ber-masyarakat. Selain itu PNS juga menjadi   simbol berlangsungnya   sistem dan identitas dari kepemerintahan apakah berjalan dengan baik dan bersih ataukah sebaliknya,  itu  semua  tidak  lepas  dari peran dan fungsi dari PNS.  Begitu banyak persoalan yang menjadi kajian  menarik  apa dan bagaimana PNS dari aspek kinerjanya, etika moralitas, tingkat  kesejahteraan,  jenjang  karier, reward and punismentnya, pembinaan dan pengawasan, maupun dimensi-dimensi lain yang menjadikan PNS menjadi wacana yang  senantiasa  menarik  untuk  di bicarakan di Indonesia.

Kata Kunci: Penampilan, Budaya Malu, Kepemimpinan


A.   PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh kemampuan aparatur  birokrasi  dalam  menjalankan tugas dan fungsinya yaitu, sebagai pelayan publik kepada masyarakat secara profesional dan akuntabel. Apabila publik dapat terlayani dengan baik oleh aparatur birokrasi, maka dengan sendirinya aparatur birokrasi mampu menempatkan posisi dan kedudukannya yaitu  sebagai  civil servant atau public service. Kondisi ini akan berdampak pada kinerja dari aparatur birokrasi yang sesuai dengan harapan dari masyarakat,  pada  akhirnya  akan  timbul trust  kepada  aparatur  birokrasi  tersebut. Hal inilah yang akan menjadikan negara yang maju dalam hal pelayanan kepada warganya  dan  melahirkan  pada terwujudnya birokrasi yang bersih, akuntabel dan transparan.
Untuk itu keberadaan aparatur birokrasi (PNS) menjadi penting apabila birokrasi ma mpu me n d u k u n g t e rw u ju d n y a k e sejahteraan umum melalui fungsi dan perannya sebagai pelayan masyarakat. Tugas inilah yang menjadi tanggungjawab aparatur birokrasi, selain  itu  pula  keberadaan  PNS  menjadi kata  kunci  dari  keberlangsungan  suatu negara terutama dalam pelayanan publik. Peran besar yang diemban oleh PNS inilah yang menjadikan PNS dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki kedudukan strategis dalam kehidupan bernegara dan ber-masyarakat. Selain itu PNS juga menjadi   simbol   berlangsungnya   sistem dan identitas dari kepemerintahan apakah berjalan dengan baik dan bersih ataukah sebaliknya,  itu  semua  tidak  lepas  dari peran dan fungsi dari PNS.
Dimensi strategis ini yang setidaknya menjadikan   keberadaan   PNS   menjadi suatu pembicaraan yang tidak lepas dari berbagai persoalan yang melingkupinya. Begitu banyak persoalan yang menjadi kajian  menarik  apa dan bagaimana PNS dari aspek kinerjanya, etika moralitas, tingkat  kesejahteraan,  jenjang  karier, reward and punismentnya, pembinaan dan pengawasan, maupun dimensi-dimensi lain yang menjadikan PNS menjadi wacana yang  senantiasa  menarik  untuk  di bicarakan di Indonesia. Berkaitan dengan permasalahan yang melingkupinya, kedudukan PNS. dimasyarakat juga dianggap menjadi sumber permasalahan, terutama mengingat PNS memiliki status yang   tinggi   di   kalangan   masyarakat, bahkan  ada  asumsi  dimasyarakat  yang mengatakan bahwa PNS di Indonesia adalah sebagai suatu keajaiban duniakarena begitu menariknya dan sulitnya memasuki jenjang karier PNS ini. Berawal dari inilah masalah-masalah ini kemudian bermunculan. Terutama masalah yang berkaitan  dengan  tumbuh  suburnya praktek KKN dikalangan aparatur birokrasi (PNS).
Dilihat dari sejarahnya keberadaan abdi  negara  atau  PNS  inipun  menjadi warga negara kelas menengah yang diberi keistimewaan pada jamannya di masa jaman kependudukan penjajahan. Keistimewaan itu diberikan tidak hanya kepada abdi negara tersebut melainkan keluarganya.  Terutama  keistimewaan untuk sekolah, hak dan kedudukannya dengan warga lain. Pihak kolonial berkepentingan terhadap pendudukannya dengan memelihara birokrasi yang telah dibentuknya dari kalangan kerajaan dan kaum priyayi. Demikian juga memasuki jaman  kemerdekaan  Orde  Lama,  Orde Baru dan di era reformasi ini. PNS seolah memiliki kedudukan yang lebih dengan warga  negara  lain.  Seolah  PNS  di Indonesia menjadi    sumber inspirasi dan impian yang dihargai dan di junjung tinggi oleh masyarakat.
Kondisi PNS pada masa kemasa seolah menjadi sorotan publik, PNS di jaman Orde Lama merupakan bagian terpenting dalam proses membentuk karakter bangsa terutama dalam proses penegakkan kemerdekaan, sistim yang belum tertata dengan baik, dalam peyelenggaraan pemerintahan maupun kehidupan negara menjadikan abdi negara harus bekerja keras bersama rakyat untuk memperbaiki   kehidupan   negara.   Dilihat dari segi kesejahteraan PNS dijaman Orde Lama masih juga ada keterbatasan, tetapi kedudukannya yang lebih di mata masyarakat  menjadikan  PNS  masih menjadi sorotan penting.
Dijaman Orde Baru PNS menjadi bagian penting dalam sistem pemerintahan maupun sistem politik yang terbentuk pada saat itu. PNS menjadi motor politik dari partai yaitu GOLKAR yang berkuasa dalam menjalankan roda pemerintahan. Hal ini menjadikan kedudukan PNS sebagai abdi negara   sekaligus   abdi   kekuatan   politik yang melayani partai berkuasa. PNS dengan   lembaga KORPRI-nya bersinergi menjadi satu kesatuan yang melanggengkan kekuasaan Orde Baru. Fakta ini menjadikan PNS sebagai organisasi atau kelembagaan yang seringkali  dimanfaat-kan  untuk kepentingan politik. Akibatnya fungsi aparatur birokrasi sebagai pelayan publik terabaikan dan terdistorsi menjadi abdi partai yang berkuasa pada saat itu.
Kondisi yang tidak berbeda adalah PNS dijaman reformasi seperti sekarang ini, kondisi  PNS  sekarang  ada  sedikit perubahan  terutama  dari  aspek peningkatan ke-sejahteraan. Cara pandang masyarakatpun masih tetap sama menganggap PNS sebagai profesi yang membanggakan, walapun sebenarnya cara pandang demikian di masyarakat lambat laun memudar tidak seperti di jaman  Orde Baru yang menjadikan PNS sebagai warga kelas pertama. Di jaman reformasi kehidupan PNS banyak berubah, tuntutan untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. PNS sekarang juga mendapat tanggungjawab yang berat terutama dalam menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai abdi negara. Pengawasan masyarakat yang semakin menunjukkan  kemajuannya  menjadikan PNS   harus   bekerja   dengan   berbasis kinerja.   Selain   itu   juga   harus   bekerja secara transparan, akuntabel dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Aspek kesejahteraan di masa reformasi ini PNS menjadi cukup lebih baik seiring   dengan   peningkatan   tunjangan yang   harus   dibayarkan   kepada   PNS. Setiap tahun PNS mendapatkan kenaikan gaji sekitar 15-20 %. Selain itu adanya berbagai program yang menuntut PNS bekerja lebih baik, implikasinya adalah tunjangan  yang lebih  besar pula. Seperti kebijakan remunerasi dibeberapa lembaga pemerintah merupakan peningkatan tunjangan kepada pegawai yang dianggap memilki fungsi strategis dalam upaya reformasi birokrasi. Selain itu khusus PNS guru  dan  dosen  adanya  kebijakan sertifikasi dengan memberikan tunjangan sebesar gaji pokok menjadikan PNS ini semakin ada harapan untuk lebih baik dari aspek kesejahteraan.
Terlepas dari berbagai hal tadi, kondisi PNS masih menjadi sorotan terutama dari aspek perilaku dan etika moralitas. PNS dianggap sebagai pekerja yang bekerja hanya berangkat duduk kemudian pulang dan tinggal menunggu gaji, sebagian masyarakat masih menganggapnya demikian. Hal ini wajar karena sebenarnya PNS terlihat masih belum  adanya  penataan  yang  jelas terhadap tupoksi dan kelembagaannya. Apalagi memasuki era otonomi daerah keberadaan PNS semakin tidak jelas terutama dengan buruknya manajemen sistim kepegawaian di daerah. Kondisi ini yang seringkali   tidak dibarengi dengan peningkatan standar kompetensi PNS. Kenyataan ini mengakibatkan PNS   tidak memiliki standar kerja yang jelas. Jadi tidak heran apabila masih adanya PNS terlihat sering   bermain   game   ataupun   hanya duduk-duduk    sambil  ngerumpi. Kenyataan ini masih banyak terlihat di beberapa lembaga pemerintahan.
Kondisi demikian sebenarnya tidak terjadi kalau pemerintah mampu me- rencanakan kebutuhan PNS secara tepat dan profesional. Terkadang PNS hanya sebatas direkrut dari orang terdekatnya tanpa  proses  rasionalisasi  yang sebenarnya  kebutuhan  PNS  itu  berapa atau ditempatkan dimana saja. Terkadang hal  ini  belum  dipikirkan,  akibatnya kemudian seperti yang terjadi di Departemen Keuangan yang telah diungkapkan oleh Menterinya DR. Sri Mulyani bahwa sebenarnya Departemen Keuangan kelebihan pegawai tapi sebenarnya juga kekurangan pegawai. Artinya adalah kelebihan pegawai yang dimaksud   adalah   pegawai   yang   tidak memiliki tupoksi yang jelas mencapai tujuh ribuan  sedangkan  kekurangannya mencapai hampir enam ribuan pegawai.
Contoh kasus tersebut juga terjadi di daerah,  PNS  yang  ada  di  daerah  belum ada data yang jelas, kebutuhannya berapa, jumlahnya berapa dan rasionalisasi kebutuhannya sebenarnya berapa. Hal ini berkaitan dengan sistem informasi yang belum terbangun di daerah sehingga sulit diketahui rasionalisasi PNS di daerah. Sisi lain daerah juga masih dihadapkan pada berbagai persoalan berkaitan dengan kepegawaiannya, kedisiplinan, etika dan moralitas, kinerjanya,      belum lagi permasalahan krusial lainnya seperti tugas dan tanggungjawab yang seringkali diabaikan. Di berbagai daerah melalui Bupati atau Walikotanya melakukan reformasi PNS melalui berbagai rangkaian kegiatan dan upaya dari regulasi sampai tingkat kesejahteraannya. Pada akhirnya ditiap daerah terkadang PNSnya memiliki budaya kinerja yang berbeda.
Ada   beberapa   hal   yang   menjadi pokok permasalahan PNS     yaitu : rasionalisasi PNS, faktor ketidakefektifan kinerja PNS dalam fungsi pelayanan publik, kondisi  berlebihan  jumlah  PNS  di Indonesia pada berbagai pemerintahan. Setiap  tahun  pengangkatan  pegawai ditekan dalam jumlah yang seminimal mungkin  dan  hanya  15  persen  dari total jumlah pegawai yang pensiun setiap tahun. Jika jumlah pegawai per tahun, mulai tahun 2007, yang pensiun berjumlah 120.000 orang,  maka  pemerintah  hanya mengangkat    pegawai    baru    berjumlah 25.000 orang. Banyaknya jumlah pegawai dan pensiunan pegawai di Indonesia saat ini memang sudah overload, di mana untuk menggaji 3,6 juta pegawai plus 2,9 juta pensiunan pegawai alokasi belanja APBN per  tahunnya  mencapai  angka  Rp  125 triliun . Bisa dibayangkan, jumlah untuk gaji pegawai dan pensiunan tersebut tidak sebanding dengan rasio subsidi pupuk pertanian yang hanya Rp 3,5 triliun per tahun atau dana kompensasi BBM yang hanya  Rp  15  triliun  untuk  20  juta  orang miskin.  Membengkaknya  jumlah  pegawai di Indonesia yang tidak sebanding dengan output kerja yang dihasilkan dalam bidang pelayanan publik merupakan dampak kebijakan   politik   birokrasi   Orde   Baru (Zaenal Muttaqien, 2008).
Selain itu menurut Edy Satria, (2005), seakan telah menjadi sebuah menu rutin, hujatan kepada sekitar 4 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali  menjadi berita utama pasca lebaran yang lalu. Meski terkesan repetitif menguraikan inefisiensi birokrasi dan kebobrokan mental aparatnya, pemberitaan itu juga semakin dalam mencungkil   berbagai   segi   yang   terkait kucingan antara pejabat yang melakukan inspeksi mendadak dengan para pegawai, perilaku PNS yang hanya bersalam- salaman lalu pulang, atau tentang sanksi yang mungkin diterima pegawai, tetapi beberapa pemberitaan dan editorial juga melebar. Ujung-ujungnya, pemberitaan menjalar kepada masih maraknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan PNS.  Hal  lain  seringkali  menjadi  sorotan terhadap PNS adalah dari masa orde satu ke orde yang lainnya setiap kali PNS dianggap  syarat  KKN,  kinerja  yang  tidak baik dibandingkan dengan pegawai swasta, ataupun sebutan sebagai pegawai yang tidak profesional. Kondisi yang lebih mem- prihatinkan adalah kondisi PNS yang tidak lagi  memiliki  etika  dan  moralitas.  Salah satu contohnya adalah PNS diberbagai daerah   yang   ketahuan   ngamar pada bulan puasa di hotel di wilayah Surakarta, dan   baru-baru   ini   yang   sering   terjadi adalah perselingkuhan, hamil diluar nikah, sampai terjadinya kegilaan pada PNS yang menjadikan mereka mendapat sanksi yang tegas dari pimpinannya.

B.   PENUTUP
1.    Kesimpulan
Berbagai persoalan yang berkaitan dengan keberadaan PNS sangat kompleks. Permasalahan tersebut dimulai dari proses rekruitmen yang tidak mengedepankan analisis  dan  kebutuhan,  sistem penempatan yang tidak memperhatikan kinerja,  sistem  penggajian  dan penghargaan yang kurang memperhatikan prestasi dan kinerjanya. Belum lagi permasalahan karier PNS, sistem pendidikan dan pelatihan serta berkaitan dengan  sistim  pemberhentian  PNS. Berbagai  permasalahan   tersebut diperlukan langkah-langkah yang nyata dalam mewujudkan aparatur birokrasi yang bersih, profesional dan berperan  sebagai pelayan masyarakat. Untuk itu diperlukan proses atau sistem reformasi birokrasi kepegawaian   yang   konferhensif   dimulai dari  pengadaan  sampai  pem-berhentian dari PNS tersebut.
Pengadaan PNS diperlukan sistem yang lebih terbuka dan transparan serta mem-perhatikan profesionalisme artinya, jika selama ini pengadaan PNS hanya diprioritaskan kepada para tenaga honorer yang notabene dari aspek kualifikasi belum tentu menjadi kebutuhan dan keahliannya. Maka diperlukan sebuah analisis dan kebutuhan dari PNS yang terencana dan tersistimatis. Demikian halnya penilaian kinerja PNS tidak lagi pada cara-cara klasik yang menilai PNS tidak berbasis pada kinerjanya melainkan sekedar kepatuhan semata. Dan implikasi dari sistem reward and punisment harus benar-benar diterapkan kepada aparat birokrasi baik yang berprestasi maupun yang melanggar aturan harus ada ketegasan.
Disamping itu penerapan budaya malu menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan karakter PNS yang lebih berorientasi pada civil servant dan bukannya   berorientasi   pada   penguasa yang   harus   dilayani.   Untuk   itu   etika birokrasi  yang  diterapkan  tidak  sekedar slogan dan retorika yang ada dalam Panca Prasetya KORPRI maupun Sapta Marga dan sederetan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Tentang kepegawaian, tetapi lebih dari itu bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut dapat dihayati dan diamalkan dalam berprilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penegakkan hukum atau sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan ditentukan.

2.   Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan  uraian  pemikiran tentang perbaikan reformasi kepegawaian aparatur birokrasi ini, ada beberapa saran yang setidaknya dijadikan pemikiran bersama untuk memperbaiki perfomance dari PNS ini agar lebih baik dan menjalankan kedudukan dan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sepenuh hati.
a.      Diperlukan   sistem   rekruitmen   yang mengandalkan profesionalisme dan nurani, yang dapat dilalui melalui test and propertest   bagi pejabat publik serta   melalui   lembaga   independen yang dapat dipercaya dan diandalkan kredibilitasnya  untuk  melakukan proses rekruitmen. Serta mampu memanfaatkan sistem informasi manajemen kepegawaian dalam melakukan formasi dan pengadaan PNS.
b.      Karakter  pemimpin  yang  memegang prinsip dan menganut budaya malu sebagai upaya pengungkit terciptanya budaya kerja yang lebih berorientasi pada akuntabilitas dan transparansi.
c.      Sistim reward and punisment yang adil tidak  hanya  diperlakukan  di departemen tertentu saja, karena hal ini menciptakan disparitas mental para PNS yang berakibat pada buruknya citra PNS.
d.      Hukum yang tegas dan jelas kepada para PNS yang melanggar ketentuan dan kode etik, diperlakukan sama baik kepada pejabat atau staff yang telah melanggar ketentuan.
e.      Mengedepankan slogan civil servantdalam menjalankan kedudukan dan fungsinya  dan  bukan  sebagai penguasa yang harus dilayani.
Membenahi  sistem  politik  yang  tidak lagi menyeret PNS pada kepentingan sesaat yang pada akhirnya akan melayani partai berkuasa. Untuk itu PNS yang netral atau Politic is No ! menjadi nilai yang harus dibangun dalam setiap langkah kebijakan pembangunan PNS yang profesional dan akuntabel.
Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog