Breaking News

Tuesday, April 20, 2021

CUT NYAK DHIEN KARTINI DARI ACEH

 Cut Nyak Dhien dilahir­kan di Lam­padang, Aceh, tahun 1850.  Wanita ini dijuluki perempuan berhati baja, karena kegigihan, kebera­nian, dan keteguhan hatinya dalam ber­perang melawan penjajah. Tidak ada kata menyerah di benaknya. “Lebih baik mati berkalang tanah dari­pada hidup jadi tawanan kaphé Belanda.” Demikian nasihat yang selalu diungkapkan Cut Nyak Dhien kepada para pengikutnya yang menawarkan agar menyerah kepada Belanda daripada jadi buruan di hutan.  Dari sini, jelas kelihatan sikap teguh pendirian seorang pemimpin yang membuat para pengikut takjub dan hormat kepadanya, kendati dia seorang perempuan.


Cut Nyak Dhien pernah menikah dua kali.  Kedua suminya adalah pejuang.  Suami pertamanya bernama Teuku Ibrahim Lamnga syahid pada tanggal 29 Juni 1878.  Kematian suaminya tersebut membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.  Kemudian pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan mempersilahkan beliau ikut bertempur di medan perang.  Suami yang kedua pun syahid di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, Aceh, pada 11 Februari 1899. 

Cut Nyak Dhien tidak sekedar punya dua orang suami yang menjadi pejuang, ayah Cut Nyak Dhien juga tercatat sebagai seorang pejuang.  Cut Nyak Dhien yang dibesarkan dari keluarga pejuang yang menentang Belanda, menjadikan hatinya keras se­rupa baja untuk menentang kepenjajahan Belanda.  Bergabungnya Cut Nyak Dhien berhasil meningkatkan moral semangat pejuang Aceh dalam melawan Belanda, kemudian perang dilanjutkan secara gerilya.

Bergerilya untuk mengusir Belanda dari hari ke hari membuat kekuatan fisik Cut Nyak Dhien menurun. Sehingga dirinya tidak lagi gesit berlarian dari hutan ke hutan.  Meskipun sambil ditandu, Cut Nyak Dhien pantang menyerah dan tetap maju dalam medan pertempuran untuk memimpin rakyat Aceh. Semangatnya naik dan semakin bergejolak meskipun tubuhnya melemah.

Walaupun demikian, Belanda akhirnya berhasil menangkap Cut Nyak Dhien.  Saat ditangkap, Beliau masih memperlihatkan kebera­niannnya.  Beliau masih sempat mengelaurkan rencong untuk menusuk Belanda yang mencoba mendekat. Namun, kerabunan matanya kala itu memudahkan Belanda memegang tangannya.  Apalagi, jumlah Be­landa sangat ramai.  Setelah dalam tawanan Belanda, Cut Nyak Dhien masih melakukan kontak dengan pejuang yang tersisa.  Melihat tingkah beliau itu, Belanda akhirnya membuangnya ke Jawa.  Di tempat baru, dirinya diberi julukan sebagai Ibu Perbhu atau Ratu.  Di Sumedang, Cut Nyak Dhien mengajar ilmu agama seperti Al-Quran sampai akhir hayatnya.  Beliau wafat di sana pada tanggal 6 November 1908. 

Read more ...

Sunday, April 18, 2021

MODUL PEGANGAN GURU PAI KELAS X

 Modul mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMK ini merupakan modul pegangan guru untuk kelas X.  Tujuan pembuatan modul PAI SMK ini agar guru memiliki pedoman ketika memberikan penjelasan tentang materi-materi yang telah disusun pada tiap pertemuan dengan siswa di kelas.  Materi pendidikan agama ini difokuskan pada 4 (empat) ranah yaitu ranah akidah, ranah akhlak, ranah ibadah dan ranah muamalah.  Modul kelas X ini berkenaan dengan ranah akhlak, dalam ranah akhlak ini dimuat 9 (sembilan) materi.  Materi lengkap download disini

Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog