Breaking News

Monday, December 13, 2021

MENGAPA RAKYAT ACEH GEMAR BERPERANG?

Mengapa rakyat Aceh gemar berperang? Untuk menjawab pertanyaan ini, harus kita tahu dulu apa yang menyebabkan rakyat Aceh sering berperang, serta siapa yang pertama kali membentuk kekuatan militer di Aceh? Dari sana nanti kita akan tahu mengapa watak rakyat Aceh seperti itu.

Perdapat pertama saya kutip dari Prof Teuku Ibrahim Alfian dalam buku Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Guru besar dari Universitas Gajah Mada (UGM) ini. menjelaskan:

“...Pengalaman Aceh dalam bidang peperangan, baik di darat maupun di laut, adalah memadai. Ali Mughayat Syah adalah seorang yang mampu membentuk tentara militer yang efektif...”

Jadi, militer Kerajaan Aceh itu sudah kuat sejak Pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah yang memerintah Keraaan Aceh pada tahun 1511 hingga 1530. Dengan militer bentukannya, keberhasilan pertama yang diperoleh Sulthan Ali Mughayat Syah adalah menaklukkan daerah Sumatera Utara. Setelah itu mencoba membebaskan semenanjung Malaka dari Portugis. Tapi usaha menyerang Malaka pada 1529, gagal karena rahasia kerja sama antara Syahbandar Malaka dengan pihak Aceh bocor kepada pihak Portugis.

Ketika Sulthan Alauddin Riayat Syah Al Kahar berkuasa (1537 – 1571), ia memperluas angkatan bersenjata. Kekuatan militer Kerajaan Aceh waktu itu disokong oleh persedian emas yang memadai. Saat itu di Aceh juga sudah dikenal tentara asing, tentara-tentara sewaan yang bekerja pada militer Kerajaan Aceh. Tentang ini ditulis oleh penulis pelawat Portugis, Mendez Pinto. Ia mengaku pernah melihat tentara Aceh mempunyai pasukan-pasukan yang benar-benar terdiri dari orang-orang Turki, Cambay, Malabari, dan Abbesynia. Terdapat pula prajurit-prajurit dari Luzon dan Kalimantan.

Pada tahun 1539, tentara Kerajaan Aceh berperang melawan orang-orang Batak untuk memasukkan mereka dalam agama Islam. Saat itu Sulthan Alauddin juga menaklukkan Aru. Ia menyebut dirinya sebagai Raja Aceh, Barus, Pidie, Daya dan Batak, serta pangeran dari kedua lautan dan dari tambang-tambang Minangkabau.

Tapi pada tahun 1540, Raja Johor mampu mengusir pasukan Kerajaan Aceh dari Aru. Kemudian pada tahun 1564 Aceh menaklukkannya kembali. Dan pada tahun itu juga militer Kerajaan Aceh menghantam Johor dan membawa rajanya sebagai tawanan ke Aceh.

Pada tahun-tahun selanjutnya, 1537, 1547 dan 1568, tentara Kerajaan Aceh menyerang Malaka dengan kekuatan besar. Dan dalam penyerangan ketiga ini kekuatan pasukan Aceh terdiri dari 15.000 prajurit Aceh, 400 orang prajurit dari Turki, 200 buah meriam besar dan kecil. Kemudian pada tahun 1573 dan 1575 Malaka diserang kembali. Pada tahun itu juga ditaklukkan Perak di Semenanjung Tanah Melayu.

Perang dengan Amerika Serikat. Aceh juga pernah berperang dengan Amerika Serikat gara-gara persoalan dagang. Bisa dibaca dalam buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh. Buku yang ditulis oleh M Nur El Ibrahimy ini, diterbitkan oleh Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo), Jakarta, 1993.

Dalam buku itu dijelaskan, hubungan baik Aceh dan Amerika yang sudah terjalin sejak 1789 Maskapai dagang Amerika Serikat datang dari kota-kota pelabuhan seperti Salem, Boston, New York, Beverly, Philadelphia, Marlbehead, New Bedford, Baltimore, Gloucester, Newbury Port, Fall River, dan Pepperelborough.

Tapi kecurangan timbangan yang dilakukan pedagan Amerika Serikat membuat masalah. Pada 7 Februari 1831 sebuah kapal Amerika Friendship dirompak dan mengalami kerugian sekitar US$ 50.000,00 dari peristiwa itu, tiga orang anak buah kapal tersebut juga tewas.

Menteri Angkatan Laut Amerika, Levy Woodbury melakukan konsultasi dengan Presiden Jackson pada 21 Juli 1831 untuk menyelidiki persoalan tersebut. Kapal Potomac yang akan berlayar ke Inggris, membawa Menteri Luar Negeri Van Buren dialihtugaskan Presiden Jackson ke Aceh.

Atas provokasi Belanda, Kapten Kapal Potomac yang membawa 260 orang pasukan marinir Amerika menyerang Aceh. Perang pun pecah di Kuala Batu. Pada 6 Februari 1832.

Perang dengan Belanda. Belanda yang sudah dua setengah abad menguasai nusantara, tidak dapat menguasai Aceh. Karena itu sebagai pintu Selat Malaka Aceh harus ditaklukkan. Belanda berperang sampai 69 tahun di Aceh dari tahun 1873 hingga 1942. Tapi Aceh tidak bisa ditaklukkan.

Ketika agresi kedua Belanda, seluruh daerah di Indonesia sudah dikuasai kembali, ibu kota dan pusat pemerintahan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditawan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi tidak jalan. Aceh satu-satunya yang tak bisa dimasuki Sekutu/NICA, karena itu Presiden Soekarno menjuluki Aceh sebagai Daerah Modal Perjuangan Kemerdekaan.

Perang DI/TII dan GAM. Aceh yang dikhianati Presiden Soekarno memberontak, rakyat Aceh kembali terlibat perang selama sembilan tahun pemberontakan DI/TII, sebelum kemudian Presiden Soekarno berdamai dengan Aceh dan memberi Aceh status Daerah Istimewa.

Tapi pada tahun 1976 pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kembali meletus di Aceh. Kekayaan Aceh (minyak dan gas Arun) yang dikeruk pemerintah menjadi penyebab. Aceh tidak memperoleh hak dan bagian yang wajar, padahal Migas Arun merupakan penyumbang devisa terbesar Indonesia pada masanya.

Rakyat Aceh harus berperang dengan Pemerintah Republik Indonesia selam 29 tahun (1976 hingga 2005) untuk memperolah hak yang wajar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian juga memilih jalan damai. Berdamai dengan pimpinan GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005. Aceh pun mendapat dana Migas dan dana Otonomi Khusus (Otsus). Aceh memiliki undang-undang tersediri yakni UU No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

By. Al Samawi

No comments:

Post a Comment

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog