Breaking News

Monday, December 20, 2021

PERANG SEMESTA KESULTANAN (NEGARA) ACHEH DARUSSALAM MENGHADAPI AGRESI INVASI BELANDA II.

Didahului dengan gerakan subversif dan pengintipan di bawah pimpinan konsulnya di Penang, G. Lavino dengan angkuh yang bercampur ketakutan Belanda mempersiapkan agressi keduanya,Setelah agresinya yang pertama gagal total.Setelah usaha Kepala Mata-Mata G. Lavino dianggap matang,maka Gubernur Jendral Belanda Loudon meng angkat Letnan Jendral J. Van Swieten menjadi Panglima Agressi kedua tentera Belanda merangkap menjadi Komisaris Pemerintah Belanda untuk Aceh.

Dalam sebuah instruksi oleh Loudon bertanggal 16 Nopember 1873, maka pada tanggal 16 Nopember 1873 berangkatlah panglima agressi kedua, Letnan Jendral J. Van Swieten menuju Aceh dengan membawa 60 buah kapal perang,yang diperlengkapi dengan 206 pucuk meriam, 22 pucuk mortir, 389 perwira, 7888 serdadu biasa, 32 orang perwira dokter, 3565 orang hukuman laki-laki yang dipaksa untuk berperang, 243 orang hukuman perempuan yang mungkin dijadikan tempat serdadu-serdadunya melampiaskan hawa nafsunya, pastor, guru agama, antek-antek kakitangannya seperti Sidi Tahil, Datok Setia Abuhasan, Mas Sumo Widikdjo, Mohammad Arsyad, Ke Beng Swie, Pie Auw, Josee Massang, Li Bieng Tjhet, Tjo Gee, SiDiman, Ramasamy, Si Kitab, Ameran, Malela dan Said Muhammad bin Abdurrahman Maysore

Pada tanggal 28 Nopember 1873 tentara kolonial Belanda di bawah pimpinan van Swieten tiba dipelabuhan Aceh dan pada tanggal 9 Desember 1873 tentara kolonial Belanda dibawah pimpinan Mayor Jendral Verspijck mendarat dipantai Kuala Lue dan besoknya berkumpul di Kuala Gigieng, dan setelah enam hari kemudian mereka baru dapat mencapai Kuala Aceh, yang kemudian menuju Peunayong dan Gampong Jawa, di mana sejak hari pertama mereka mendarat sampai direbutnya "Dalam" (keraton),

perlawanan yang didapatnya dari Angkatan Perang dan Rakyat aceh sungguh dahsyat sekalit.  Selah menderita korban yang sangat banyak, maka padat anggal 24 J an.uari 1873 bertepatan dengan 6 Zulhijjah 1290, panglima agressor Letnan Jendral J. van Swieten dapat menduduki "Istana Kerajaan" yang telah dikosongkan, di mana pada saat itu dia mengirim kawat kemenangannya kepada Gubernur Jendral Loudon di Jakarta, yang berbunyi;

"24 Januari kraton is ons stop koning en vaderland gelukgewenschtmet deze over winning" (24 J an uari kraton sudah ditangan kita titik raja dan tanah air diucapkan selamat 'atas kemenangan ini). Dân di samping kawat itu, van Swieten mengeluarkan pula sebuah proklamasi yang berbunyi : "Bahwa Kerajaan Aceh, sesuai dengan hukum-perang, menjadi hak-milik Kerajaan Belanda". Banda Aceh itu dinamainya "Kutaraja" dengan mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat pada tanggal 16 Maret 1874.

Setelah Istana Kerajaan ditinggalkan, maka sejumlah kira-kira 500 orang para pemimpin terkemuka mengadakan satu musyawarah kemudian mengikrarkan satu sumpah dibawah pimpinan Imeum Lungbata dan Teuku Lamnga; sumpah yang diucapkan bersama dengan suara yang mengguntur, yang menyatakan "wajib perang sabil" untuk mengusir kafir Belanda.

Atas dasar wajib jihad yang diikrarkan bersama dalam musyawarah itu, maka ulama-ulama menjadi aktif dan mengambil peranan penting, baik sebagai pemimpin perang maupun sebagai pengawas koordinasi perlawanan total rakyat terhadap Belanda

Musyawarah tersebut mengahasilkan keputusan2 Untuk rakyat sebagai berikut; 

  1. Sifat jihad, rakyat yang diwajibkan turut serta memanggul senapang atau kelewang (tegasnya bertempur) adalah mereka yang sudah menyatakan sukarela untuk ambil bahagian langsung
  2. Rakyat diwajibkan gotong-royong untuk segera memperbaiki mesjid yang rusak akibat perang supaya kewajiban ibadat tetap terpelihara
  3. Rakyat diwajibkan gotong-royong untuk bersama-sama mengatasi akibat perang ;
  4. Dalam masa perang dilarang mengadakan pertemuan-pertemuan sukaria yang tiada bertalian dengan agama, seperti seudati dan yang seperti itu
  5. Setiap yang membutuhkan bantuan, wajib diberi bantuan oleh penduduk, terutama jika mereka memerlukan pemondokan dan persembunyian ;
  6. Apabila diperlukan untuk membikin benteng (kuta), rakyat diwajibkan bergotong-royong ;
  7. Ulama setempat berwenang memberikan bantuan dan/atau menerima pengaduan-pengaduan rakyat di dalam mengatasi kesulitan yang dideritanya.

Disamping konslidasi didalam negeri Kerajaan Aceh juga menguatkan diplomasi luar negeri yang berkedudukan di pulau penang oleh Dewan delapan yang diketuai oleh Teuku paya. Dengan suratnya yang bertanggal 20 Muharram 1291 (8 Maret 1874), dari Penang Dewan Delapan melaporkan kepada Kerajaan Aceh Darussalam melalui Panglima Polem Muda perkasa laporan antara lain;

"Bersama ini kami menyampaikan perkabaran dari Penang, bahwa pada dewasa ini hal ikhwal antara kerajaan negeri Aceh dengan negeri Belanda telah menjadi masalah negeri-negeri besar di Eropah. Terutama dengan bantuan kerajaan ratu Victoria negeri Inggeris, dengan campur tangan negeri Eropah, mudahmudahan pengepungan dilaut dalam dua bulan ini akan dicabut. Demikian kami mendapat kabar.

Kamipun ingin mengabarkan juga bahwa Perdana menteri Inggeris bernama Gladstone sudah diganti oleh Perdana Menteri baru yang bernama Disraeli, Gladstone dijatuhkan karena terlalu menyebelah Belanda. Sedangkan sebaliknya Disraeli bukanlah sahabat Belanda.

Belanda sendiri pada waktu ini mengalami kesusahan uang. Kopi yang belum sampai (masih dalam perjalanan) sudah dijual murah-murah, sebab Belanda kekurangan uang. Selain daripada itu luas tersiar kabar bahwa Belanda telah banyak sekali tewas di dalam pertempuran. Jumlahnya 7000 orang. Demikian juga jendral-jendralnya, dan sejumlah 27 opsir yang berpangkat tinggi-tinggi mati, dan ada seorang panglima bernama Nono Bixio dan ada pula seorang pangeran Jawa turut tewas.(muhammad said.ASA) surat laporan tersebut disambut dengan hangat dan membangkitkan semangat juang rakyat Aceh untuk berjihad mengusir kaphe Belanda ditanah indatu.adifa

Di Lamsie, Aceh Besar, diadakan rapat rahasia yang dihadiri oleh Teuku Panglima Polem, Teungku Tjhik Abdul Wahab Tanoh Abee dan sejumlah ulama-ulama dan ulebalang-ulebalang yang belum menyerah kepada kompeni Belanda. Yang menjadi acara perundingan, yaitu menggiatkan perang jihad untuk mengusir Belanda

Dalam rapat itu Teungku Tjhik Abdul Wahab Tanoh Abe menegaskan bahwa tenaga perjuangan masih belum hancur seluruhnya, tetapi yang sudah kurang yaitu kesucian batin dan kekuatan iman, yang akhirnya beliau menutup nasehatnya dengan kata-kata yang sangat berkesan: "Sebelum kita memerangi musuh lahir, perangilah musuh batin dahulu, yaitu hawa nafsu. Harta rakyat yang ada pada kita masing-masing yang telah diambil karena menurut hawa nafsu, serahkanlah kembali dengan segera.

Janganlah rakyat itu selalu ' teraniaya, tegakkanlah keadilan di tengah-tengah kita terlebih dahulu, sebelum kita minta keadilan pada orang lain.  Dari itu tobatlah wahai teuku-teuku dahulu sebelum mengajak rakyat memerangi kompeni. Kalau tidak juga dikembalikan harta rakyat yang diambil dengan jalan yang tidak sah, yakinlah rakyat akan membelakangi kita dan kita akan tersapu bersih dari Aceh ini, melebihi dari yang sudah-sudah. Kalau yang saya minta teuku-teuku penuhi, maka saya akan bersama-sama teuku-teuku kemedan perang. Bila tidak, saya dan murid-murid saya jangan dibawa serta Nasehat Teungku Tjhik Tanoh Abee ini dikuatkan oleh Teuku Panglima Polem, yang menganjurkan agar semua hulubalang kembali kepada ajaran Allah(ismail jacob,tgk chik ditiro)

Kaum mujahid yang bergerak sekitar Lembah Seulawah berkumpul mengadakan rapat rahasia di Gunung Biram, Seulimeum. Dalam rapat tersebut, kecuali membicarakan masalah taktik dan strategi perang gerilya melawan serdadu-serdadu Belanda, juga diputuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Pidie untuk menemui Teungku Tjhik Dayah Tjut Tiro, yaitu Teungku Muhammad Amin, seorang ulama yang amat besar pengaruhnya.

Dalam suatu pertemuan dengan para Ulama dan pemimpin rakyat terkemuka di Tiro yang dipimpin oleh Teungku Tjhik Muhammad Amin Dayah Tjut, delegasi dari Gunung Biram mengemukakan kegawatan yang sedang melanda Aceh Besar, sehingga rapat akhirnya memutuskan untuk membantu perang ke Aceh Besar dengan mengirim sejumlah Ulama dibawah pimpinan kemenakan Teungku Tjhik Dayah Tjut sendiri, yaitu Teungku Haji Muhammad Saman yang baru kembali dari Mekkah, yang kemudian namanya termasyhur dengan "Teungku Tjhik di Tiro". Teungku Haji Muhammad Saman tidak saja mendapat mandat dan restu dari pamannya Teungku Tjhik Dayah Tjut, juga Sulthan yang sudah berkedudukan di Keumala Dalam memberi kuasa kepadanya untuk memimpin "Perang Sabil" melawan Belanda, dengan mengangkat beliau menjadi Wazir Sulthan.(anthony reid,the contest for nort sum)

Perang Sabil yang dilancarkan Rakyat Aceh di bawah pimpinan para Ulama, di mana Teungku Tjhik di Tiro duduk sebagai pemimpin tertinggi, benar-benar telah memusingkan kepala pimpinan Angkatan Perang Hindia Belanda yang sedang mabuk menang perang, seperti yang digambarkan Hazil (Hazil : Teuku Umar Dan Tjut Njak Dhien)

Teungku Tjhik di Tiro Syekh Saman dan barisan sabilnya yang berjumlah 6000 orang menghebatkan serangan atas garis konsentrasi.Ia telah mendirikan benteng-benteng yang berderet letaknya, seolah-olah mengurung kompeni dalam garis konsentrasinya. Benteng-benteng ini memungkinkan bagi lasykarnya melakukan aksi sewaktu-waktu. 

Dari benteng-benteng ini keluar gerombolan-gerombolan,yang menyeberangi garis demarkasi kompeni yang lebarnya 1000 m. itu dan sampai ke batas pagar-besi kompeni. Berbagai gerombolan berhasil menyusup liwat pagar besi sampai ke tengah-tengah daerah musuh dan mengamuk di sana. Banyak bencana yang mereka sebabkan; juga kaum wanita masuk ke dalam benteng musuh, dengan menyamar seperti penjual makanan di siang hari dan pejuang gerilya di waktu malam. Kian besar kemenangan mereka, kian hebat pula anjuran kaum penyair untuk melakukan perang sabil.

Teungku di Tiro juga menulis surat kepada residen van Langen, memajukan syarat-syarat atas mana perdamaian di Aceh dapat dilaksanakan, bunyinya antara lain ;

"Setahun yang lalu kami dalam sebuah surat kepada Tuan tentang mengadakan perdamaian memajukan dengan tegas syarat kami : demi Tuan Besar masuk dalam agama Islam dengan mengucapkan Syahadat, maka kami sudi mengadakan perjanjian dengan Tuan" demikian mulai surat Ulama yang masyhur itu. Ia menguraikan pula betapa lemah kedudukan Kompeni sejak ia mengurung diri dalam daerah konsentrasi : "Tapi hingga sekarang kami tidak mendapat balasan dari Tuan atas surat kami. Sesungguhnya, apabila Tuan-Tuan memeluk agama Islam dan mengikuti Sunnah Rasul Allah, ini adalah yang sebaik-baiknya bagi Tuan-Tuan. Tuan akan selamat di dunia, tidak akan menderita bahaya dan ancaman dibunuh, tidak dihinakan harus lari menyelamatkan diri liwat sawah-sawah, pipa air, hutan dan jalan; sedangkan sekarang kehinaan yang sebesar-besarnya menanti Tuan, yakni bahwa Kompeni harus meninggalkan

Aceh seluruhnya, miliknya dirampas semuanya oleh tangan kaum Muslimin Aceh yang miskin dan lemah ini ! Malapetaka yang paling besar masih menanti Tuan; ialah hukuman hari kiamat, yakni di Neraka, menurut hukum Tuhan Seru Sekalian Alam !".

Untuk menjawab tuntutan dan syarat2 yang diajukan oleh Teungku tjik Ditiro,Belanda melalui menteri Daerah Jajahan Keuchenius pada tahun 1888 menulis pada Geubernur Jendral di Buitenzorg(bogor) sbb; "Tuntutan yang tidak benar, bahwa kita harus masuk agama Islam, agaknya akan diakui juga oleh Teungku di Tiro, kalau ia membaca ayat 257 Sura ke-II dari Qur-an yang berbunyi : "Janganlah ada paksaan dalam agama; siapa yang menyangkal tahyul dan percaya Allah, dialah bersandar pada tongkat yang tidak akan patah-patah

Dari jawab menteri ini terbukti, betapa Pemerintah Belanda menyegani musuhnya. Sebaliknya Belanda merasa malu terhadap luar-negeri, karena Aceh dalam masa 15 tahun belum tunduktunduk saja, sedangkan di lain bagian di dunia kekuasaan penjajah semakin kokoh(Kamp te Aden met troepen bestemd voor de tweede expeditie naar Atjeh, juli 1873.1873 expedition du kraton residence du sultan par l armée néerlandaise EXPEDITION D ATSCHIN)

.source ; adi fa Atjeh Gallery

No comments:

Post a Comment

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog